Analisis Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pelayanan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Provinsi DKI Jakarta: Studi
Rusunawa Pulo Gebang
Lestari Kurniati1, Lisman Manurung1
1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia 2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Email :[email protected], [email protected]
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang pelayanan di Rusunawa Pulo Gebang, Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, ditinjau dari prinsip-prinsip good governance. Pelayanan Rusunawa Pulo Gebang dilaksanakan oleh UPRS Wilayah III Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan teori good governance dalam pelayanan publik dengan pendekatan positivis dan teknik pengumpulan data kualitatif. Teknik analisis data menggunakan analisis deksriptif terhadap dimensi-dimensi good governance. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa UPRS Wilayah III belum memenuhi prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan publik di Rusunawa Pulo Gebang. UPRS Wilayah III juga mengalami kendala dalam mewujudkan prinsip good governance, yakni tidak adanya sistem elektronik pendukung dalam pelayanan, terutama dalam pelayanan administrasi sehingga menyebabkan penyimpangan di lapangan dan masyarakat mengalami kesulitan dalam mengakses informasi mengenai pelayanan di Rusunawa Pulo Gebang. Selain itu, UPRS Wilayah III juga menghadapi kendala kekurangan SDM sebagai pengawas rusunawa, yakni penanggung jawab lokasi (penjalok).
Kata Kunci : Pelayanan; Rusunawa Pulo Gebang; Good Governance
Analysis of Implementation of The Good Governance Principles in Flats (Rusunawa) Services
in DKI Jakarta Province: Study in Rusunawa Pulo Gebang
ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses about the services at Rusunawa Pulo Gebang, Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, East Jakarta, reviewed by the principles of good governance. Rusunawa Pulo Gebang services performed by UPRS Region III in Agency of Housing and Local Government Buildings of DKI Jakarta Province. This study uses the theory of good governance in the public service with positivist approach and qualitative data collection techniques. The data analysis technique uses descriptive analysis technique of the dimensions of good governance. The results of this study indicate that UPRS Region III has not comply the principles of good governance in service in Rusunawa Pulo Gebang. UPRS Region III also has a problem in realizing the principles of good governance, that is the absence of supporting electronic systems in services, especially in administrative
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
services, causing irregularities in the implementation field and many people have difficulty in accessing information about services in Rusunawa Pulo Gebang. In addition, UPRS Region III also faces a lack of human resources as rusunawa supervisors, that is penanggung jawab lokasi (penjalok).
Key Words : Service; Rusunawa Pulo Gebang; Good Governance
Pendahuluan
Menurut Sarundajang (2005:152), tata pemerintahan yang baik atau good governance dewasa ini
sedang menjadi acuan dalam mencari perbaikan organisasi sesuai dengan tuntutan reformasi.
Adapun definisi good governance menurut UNDP (United Nations Development Programme)
(dalam Sedarmayanti, 2003:7) adalah sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara
negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Praktik good governance di Indonesia dapat
dimulai dari sektor pelayanan publik. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Dwiyanto (2005:20)
bahwa salah satu pilihan strategis untuk mengembangkan good governance di Indonesia adalah
melalui pengembangan penyelenggaraan pelayanan publik yang mencirikan nilai-nilai yang
selama ini melekat pada good governance.
Salah satu pelayanan publik di Indonesia yang pelaksanaannya berdasarkan prinsip-prinsip good
governance adalah dalam bidang perumahan, yakni dalam hal penyediaan unit hunian vertical,
atau rumah susun (rusun). Menurut Sutedi (2010:180), pelaksanaan pembangunan rusun di
kawasan perkotaan menggunakan prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik (good
governance) dan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Pertumbuhan
penduduk Indonesia yang cenderung meningkat setiap tahunnya turut diikuti dengan peningkatan
kebutuhan akan tempat tinggal atau perumahan, terutama di daerah perkotaan sehingga
pembangunan perumahan rakyat lebih diarahkan kepada hunian vertikal atau rumah susun
(rusun), khususnya di daerah perkotaan.
Salah satu kota yang memiliki jumlah rusunawa terbanyak di Indonesia dan menjadi prioritas
utama pembangunan rusunawa adalah Jakarta. Unsur pelaksana otonomi daerah di bidang
perumahan dan pemukiman di Provinsi DKI Jakarta adalah Dinas Perumahan dan Gedung
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
Pemerintah Daerah (DPGP). Salah satu rusunawa yang dikelola oleh DPGP Provinsi DKI Jakarta
adalah Rusunawa Pulo Gebang, yakni di bawah tanggung jawab UPRS (Unit Pengelola Rumah
Susun) Wilayah III. Rusunawa Pulo Gebang terletak di Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan
Cakung, Pembangunan gedung di Rusunawa Pulo Gebang tidak hanya dibiayai oleh APBD
Provinsi DKI Jakarta, tetapi juga melibatkan pihak swasta, yakni REI (Real Estate Indonesia).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga turut melibatkan pihak swasta melalui program CSR
(Corporate Social Responsibility). Keterlibatan pihak swasta dalam pelayanan di Rusunawa Pulo
Gebang menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya untuk mewujudkan
good governance dalam pelayanan rusunawa.
Di sisi lain, UPRS Wilayah III menghadapi permasalahan, yakni adanya pengalihan hak milik
unit hunian kepada masyarakat yang bukan sasaran utama penghunian rusunawa. Permasalahan
tersebut dapat menghambat terwujudnya good governance dalam pelayanan di Rusunawa Pulo
Gebang, terutama prinsip keadilan, karena pelayanan di Rusunawa Pulo Gebang belum dapat
dikatakan tepat sasaran. Berdasarkan pokok permasalahan yang ada, maka permasalahan yang
akan diangkat untuk diteliti adalah bagaimana pelaksanaan prinsip-prinsip good governance
dalam pelayanan Rusunawa Pulo Gebang, Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta
Timur? Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pelaksanaan prinsip-prinsip good
governance dalam pelayanan Rusunawa Pulo Gebang, Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan
Cakung, Jakarta Timur.
Tinjauan Teoritis Terdapat beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yakni good governance,
pelayanan publik, dan good governance dalam pelayanan publik. Menurut Farazmand (2004:9),
good governance is the interaction among the state, civil society, and the private sector (tata
pemerintah yang baik adalah interaksi di antara negara, masyarakat sipil dan sektor swasta).
Sejalan dengan Farazmand, definisi good governance menurut LAN (Lembaga Administrasi
Negara) yang dikutip Widodo (2001:24) adalah penyelenggaraan pemerintah negara yang solid
dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergian interaksi yang
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat. Selain itu, LAN
(dalam Sedarmayanti, 2007: 15)
Good governance mengandung nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam
melaksanakan pemerintahan yang baik. UNDP (dalam Mardiasmo, 2002:24-25) memberikan
beberapa karakteristik good governance, yakni: (1) Participation (partisipasi); (2) Rule of law;
(3) Transparency; (4) Responsiveness; (5) Consensus orientation; (6) Equity; (7) Efficiency and
effectiveness; (8) Accountability; dan (9) Strategic vision. Pengembangan good governance akan
lebih mudah dilakukan jika dimulai dari entry point yang bernama pelayanan publik (Tanjung,
2009:41). Menurut Kurniawan (2005:4), pelayanan publik adalah pemberian layanan
(melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada suatu
organisasi sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pemilihan aspek
pelayanan publik sebagai sebuah entry point menuju good governance sangat strategis. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Khawaja (2011:3) bahwa the key role of governance is performed by
the persons employed or involved in the delivery of public service (Peran kunci dalam tata
pemerintahan dilakukan oleh orang yang dipekerjakan atau terlibat dalam pemberian pelayanan
publik).
Menurut Dwiyanto, dalam bukunya yang berjudul Mewujudkan Good Governance Melalui
Pelayanan Publik (2005), prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan pelayanan
publik yaitu transparansi, partisipasi, non-partisan, akuntabilitas, responsivitas dan efisiensi.
Transparansi dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu adanya akses informasi mengenai jumlah
anggaran yang dialokasikan untuk suatu kegiatan pelayanan publik; keterbukaan dalam prosedur
dan persyaratan pelayanan; biaya dan waktu yang dibutuhkan dalam pelayanan; prosedur dan
peraturan pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders yang lain; kemudahan untuk
memperoleh informasi mengenai prosedur dan persyaratan pelayanan; kemudahan untuk
memperoleh informasi mengenai biaya dan waktu yang dibutuhkan dalam pelayanan. Selain
keenam indikator tersebut, menurut Widodo (2001:270), keterbukaan mengenai unit kerja dan
atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan juga
termasuk dalam prinsip transparansi.
Menurut Jubaedah, Lili, dan Faozan (2008:55), indikator pelaksanaan prinsip partisipasi adalah:
(1) Ketersediaan payung hukum bagi partisipasi masyarakat; (2) Keterlibatan masyarakat dalam
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
perumusan kebijakan; (3) ketersedaiaan media/forum bagi partisipasi masyarakat; dan (4)
Keterlibatan masyarakat dalam memonitor penyelenggaraan pemerintahan daerah. Prinsip non-
partisan memberikan akses yang sama bagi semua warga dalam menerima pelayanan publik.
Prinsip ini dapat dilihat dari: (1) Adanya akses yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan
pelayanan; (2) Pemberian pelayanan publik kepada pelanggan berdasarkan nomor urut; dan (3)
Tidak diberlakukannya dispensasi pelayanan kepada pelanggan.
Akuntabilitas dapat dilihat dari beberapa indikator, yakni: (1) Acuan pelayanan yang
dipergunakan aparat birokrasi dalam proses penyelenggaraan layanan publik; (2) Tindakan yang
dilakukan oleh aparat birokrasi apabila terdapat masyarakat pengguna jasa yang tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan; dan (3) Kepentingan pengguna jasa memperoleh prioritas dari
aparat birokrasi. Selain itu, menurut Sedarmayanti (2003:3), akuntabilitas didefinisikan sebagai
suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui
media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.
Rensponsivitas dijabarkan menjadi beberapa indikator, yaitu: (1) Terdapat tidaknya keluhan dari
pengguna jasa; (2) Sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa; (3)
Penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi perbaikan pelayanan di masa
mendatang; dan (4) Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan
kepada pengguna jasa. Sementara itu, menurut Widodo (2001:151), responsivitas melihat
administrasi negara (birokrasi publik) apakah dapat bersikap tanggap terhadap apa yang menjadi
permasalahan, kebutuhan, keluhan, dan aspirasi masyarakat sebagai penerima layanan. Birokrasi
publik dapat dikatakan bertanggung jawab jika birokrasi dinilai mempunyai responsivitas (daya
tanggap yang tinggi) terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan, dan aspirasi
masyarakat yang diwakilinya.
Efisiensi dari segi input dilihat dari kepastian biaya pelayanan yang harus dikeluarkan oleh
masyarakat, kepastian waktu pelayanan, serta tidak banyak membutuhkan tenaga dalam
memperoleh pelayanan publik. Selain itu, pelayanan akan efisien apabila birokrasi pelayanan
dapat menyediakan input pelayanan, seperti biaya dan waktu pelayanan yang meringankan
masyarakat pengguna jasa. Sementara itu, output dapat dilihat dari pemberian produk
pelayanan oleh birokrasi tanpa disertai adanya tindakan pemaksaaan kepada publik untuk
mengeluarkan biaya ekstra pelayanan.
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan positivis karena peneliti
tidak bertujuan untuk mengukur bagaimana prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan
Rusunawa Pulo Gebang, tetapi bertujuan untuk menganalisis pelayanan tersebut berdasarkan
prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan publik. Peneliti menggunakan metode
pengumpulan data wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan. Adapun strategi
interpretasi analisis yang digunakan peneliti adalah metode ilustratif (the illustrative method).
Metode ilustratif mengarahkan peneliti untuk mengaplikasikan teori ke dalam fakta situasi
sejarah atau kondisi sosial atau mengorganisasikan data dengan menggunakan dasar teori.
Hasil dan Pembahasan
Berikut penjelasan mengenai temuan lapangan berdasarkan prinsip-prinsip good governance
dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Prinsip Transparansi
Dalam pelayanan rusunawa di Provinsi DKI Jakarta, peneliti mengidentifikasi upaya Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta untuk mewujudkan transparansi dalam alokasi anggaran. Informasi
mengenai alokasi anggaran untuk urusan perumahan di Provinsi DKI Jakarta dipublikasikan oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui portal resmi Provinsi DKI Jakarta, yakni
www.jakarta.go.id. Portal tersebut memuat informasi mengenai rancangan APBD tahun 2014
urusan perumahan Provinsi DKI Jakarta. Alokasi anggaran terbesar dimiliki oleh DPGP, yaitu
sekitar 2,4 triliun, sedangkan alokasi anggaran khusus UPRS Wilayah III sebesar 50 miliar, atau
sekitar 1,55% dari total anggaran urusan perumahan.
Di satu sisi, informasi dalam portal Provinsi DKI Jakarta tersebut tidak menjelaskan secara rinci
mengenai alokasi anggaran untuk kegiatan pelayanan di rusunawa yang dikelola oleh Provinsi
DKI Jakarta. Alokasi anggaran per rusunawa juga tidak dipublikasikan oleh DPGP Provinsi DKI
Jakarta. Menurut pihak DPGP sendiri, informasi mengenai anggaran merupakan kewenangan
masing-masing unit kerja di SKPD terkait.
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
Prosedur dan persyaratan penghunian rusunawa tidak dipublikasikan secara luas oleh DPGP ke
masyarakat. Informasi mengenai prosedur dan persyaratan penghunian rusunawa hanya
diperuntukkan bagi masyarakat yang menanyakan secara langsung ke pihak UPRS. Menurut
UPRS Wilayah III, hal ini untuk mencegah praktik percaloan di rusunawa.
Hal tersebut berpengaruh pada belum terpenuhinya indikator kemudahan untuk memperoleh
informasi mengenai prosedur dan persyaratan pelayanan karena masyarakat masih merasa
kesulitan dalam memperoleh informasi tersebut. Bagi masyarakat terprogram di Rusunawa Pulo
Gebang, informasi mengenai persyaratan dan prosedur penghunian rusunawa tidak diperoleh
secara langsung dari DPGP, melainkan dari pihak lain, seperti kelurahan setempat, tetangga dan
teman. Selain itu, informasi mengenai keberadaan unit hunian yang kosong juga tidak
dipublikasikan oleh DPGP Provinsi DKI Jakarta ke masyarakat. Di satu sisi, pihak UPRS
Wilayah III mengaku bahwa data mengenai unit hunian rusunawa yang kosong selalu
diinventarisir, namun pihak UPRS memang tidak mempublikasikan informasi tersebut kepada
publik.
DPGP memiliki website yang dapat digunakan sebagai media untuk melakukan sosialisasi terkait
kebijakan, alokasi anggaran, unit hunian yang kosong maupun kegiatan yang dilakukan DPGP
terkait dengan pelayanan rusunawa. DPGP juga telah mempublikasikan alamat website tersebut
di Booklet DPGP Tahun 2013, yakni www.rumah-gedungjakarta.org. Pada faktanya, saat ini
portal tersebut tidak dapat diakses. Ketidakterbukaan DPGP mengenai persyaratan dan prosedur
penghunian rusunawa, serta kepastian informasi mengenai unit hunian yang kosong, justru
membuka peluang bagi praktik percaloan di rusunawa. Hal ini terutama dialami oleh masyarakat
umum yang merasa kesulitan untuk mendapatkan informasi mengenai pelayanan penghunian di
Rusunawa Pulo Gebang. Keberadaan calo dianggap dapat mempermudah akses mereka dalam
memperoleh kesempatan untuk tinggal di Rusunawa Pulo Gebang.
UPRS Wilayah III memiliki SOP yang memuat aturan tentang alur dan waktu pelayanan yang
dibutuhkan, namun SOP tersebut tidak pernah dipublikasikan maupun disosialisasikan ke
masyarakat. “Nah, itu standar dan prosedur pelayanan memang itu kelemahannya. Nggak
pernah dipublish. Mereka aja yang Tanya ke sini.” (Wawancara dengan Ibu Ledy Natalia, selaku
Kasie Pelayanan UPRS Wilayah III, 3 Juni 2014).
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
Sementara itu, sosialisasi mengenai tata tertib penghunian di Rusunawa Pulo Gebang sudah
dilakukan oleh Pengelola melalui pamflet-pamflet yang ditempelkan di papan pengumuman,
pintu maupun jendela Kantor Pengelola Rusunawa Pulo Gebang, dan di setiap pintu masuk Blok
C dan Blok D. Dalam prosedur dan persyaratan untuk menghuni Rusunawa Pulo Gebang, baik
masyarakat umum maupun terprogram, telah memahami dengan baik.
Dalam hal biaya pelayanan, masyarakat dikenakan retribusi sewa unit hunian yang diatur dalam
Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah. Biaya air dan listrik yang harus
dikeluarkan oleh penghuni, disesuaikan dengan pemakaian per individu. Di sisi lain, terdapat
permasalahan mengenai keterbukaan dalam rincian retribusi air. Masyarakat mengaku bahwa
tidak ada penjelasan mengenai air yang disesuaikan dengan pemakaian per unit hunian.
Pencatatan meteran air masih dilakukan secara manual, yakni petugas teknisi mengecek meteran
satu per satu lalu dicatat dan dilaporkan ke DPGP untuk dituangkan ke dalam kuitansi.
Pencatatan meteran air tidak lagi menjadi kewenangan petugas PDAM. Menurut Pengelola
Rusunawa Pulo Gebang, kesalahan dalam pencatatan meteran air dianggap sebagai hal yang
harus dimaklumi karena masih menggunakan sistem manual.
Indikator terakhir dalam prinsip transparansi adalah keterbukaan mengenai unit kerja dan atau
pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan. Struktur
organisasi UPRS Wilayah III diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 143 Tahun 2010 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Rumah Susun. Peraturan tersebut telah
dipublikasikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di internet. Sementara itu, upaya UPRS
Wilayah III untuk mensosialisasikan pejabat yang berwenang, adalah dengan melakukan
kunjungan ke Rusunawa Pulo Gebang dan memperkenalkan diri ke masyarakat penghuni.
Berdasarkan penjelasan mengenai indikator-indikator transparansi, maka dapat dikatakan bahwa
pelayanan Rusunawa Pulo Gebang tidak memenuhi prinsip transparansi dalam pelayanan publik
karena masih terdapat informasi terkait pelayanan Rusunawa Pulo Gebang yang tidak
dipublikasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat kesulitan dalam mengakses informasi
tersebut.
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
Prinsip Partisipasi
Salah satu payung hukum yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam
meningkatkan peran serta pihak swasta adalah Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor
112 Tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Dunia Usaha (TSLDU).
TSLDU merupakan kegiatan sukarela, di mana perusahaan memiliki kebebasan mutlak untuk
menentukan bentuk kegiatan, besarnya dana yang akan dialokasikan atau dibelanjakan dan lokasi
kegiatan, serta dengan cara/pola kegiatan TSLDU dilaksanakan. Dengan demikian, TSLDU
merupakan istilah lain dari program CSR. TSLDU dapat berupa kegiatan langsung kepada
masyarakat atau melalui keikutsertaan dalam program pemerintah daerah terkait barang milik
daerah dan/atau jasa/non barang milik daerah.
Kebijakan terkait pelayanan di Rusunawa Pulo Gebang bersifat top down karena semua kebijakan
dibuat oleh pemerintah tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Masyarakat Rusunawa Pulo
Gebang mengaku bahwa dalam pembuatan kebijakan, seperti SOP pelayanan, tata tertib
penghunian Rusunawa Pulo Gebang, dan penetapan tarif sewa unit hunian, pihak DPGP Provinsi
DKI Jakarta tidak pernah melibatkan masyarakat. Di sisi lain, UPRS Wilayah III mengetahui
bahwa secara teori, dalam pembuatan kebijakan pelayanan harus melibatkan masyarakat
pengguna. Namun pada praktiknya, UPRS Wilayah III belum melaksanakan hal tersebut.
Hubungan kemitraan antara DPGP Provinsi DKI Jakarta dengan pihak swasta terlihat sejak awal
pembangunan Rusunawa Pulo Gebang, yakni pada pembangunan Blok C dan Blok D, dibiayai
oleh REI. Dalam hal pelayanan penghunian bagi masyarakat terprogram di Rusunawa Pulo
Gebang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melalui SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)
terkait, bekerja sama dengan pihak swasta melalui program CSR (Corporate Social
Responsibility). Pihak swasta yang terlibat dalam program CSR di Rusunawa Pulo Gebang
adalah PT Idola Utama. Bentuk program CSR di Rusunawa Pulo Gebang adalah pemberian
bantuan berupa alat-alat rumah tangga yang diproduksi oleh Maspion, serta ditujukan kepada
masyarakat terprogram korban gusuran KPK dan korban banjir Penjaringan.
Di samping itu, dalam penyediaan fasilitas TK dan PAUD di Rusunawa Pulo Gebang, UPRS
Wilayah III bekerja sama dengan sebuah yayasan, yakni Rich Foundation. Kontribusi Rich
Foundation lainnya dalam pelayanan Rusunawa Pulo Gebang, yakni: memberikan bantuan dana
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
untuk merenovasi toilet umum yang berada di lantai dasar Blok A dan Blok B; membangun
sebuah tempat parkir permanen bagi motor-motor milik masyarakat penghuni Blok A dan Blok
B; dan mebiayai pembangunan taman bermain untuk menunjang kegiatan TK dan PAUD.
Keterlibatan masyarakat penghuni dalam pelayanan di Rusunawa Pulo Gebang diwujudkan
dengan adanya RT, yang menjadi media/forum bagi masyarakat penghuni untuk berpartisipasi
dalam pelayanan di Rusunawa Pulo Gebang. Keberadaan RT turut membantu tugas Pengelola
Rusunawa Pulo Gebang dalam memberikan sosialisasi terkait kegiatan atau kebijakan di
Rusunawa Pulo Gebang. Upaya masing-masing RT dalam meningkatkan kebersihan di
Rusunawa Pulo Gebang antara lain : melaksanakan kerja bakti sebulan sekali; membeli alat-alat
kebersihan; memberikan insetif kepada petugas kebersihan; merespon keluhan-keluhan warga
terkait sarana dan prasarana di Rusunawa Pulo Gebang; uang kas RT digunakan untuk
membiayai perbaikan sarana dan prasarana milik bersama; dan membiayai pembuatan pos dan
gaji petugas parkir.
Keberadaan RT juga berperan dalam pengawasan di Rusunawa Pulo Gebang. Dalam hal
kebersihan, peran Ketua RT diperlukan untuk menegur masyarakat yang membuang sampah
sembarangan. Ketua RT juga melakukan sosialisasi ke warganya untuk menjaga kebersihan
lingkungan rusun. Berfungsinya pengawasan RT juga nampak dari adanya penindakan kasus
asusila yang dilakukan oleh warga di Blok A. Ketua RT maupun warga juga berperan dalam
mengawasi unit hunian yang kosong. Hal tersebut dapat membantu Pengelola Rusunawa Pulo
Gebang dalam mendapatkan informasi terkait alasan penghuni meninggalkan unit hunian serta
sudah berapa lama warga tersebut tidak menghuni unitnya karena pihak pertama yang dimintai
informasi adalah tetangga dan Ketua RT dari penghuni tersebut.
Indikator terakhir dalam prinsip partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam memonitor
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Adapun bentuk pengawasan masyarakat, yaitu: turut
mengikuti perkembangan kasus yang terjadi dalam pelayanan di Rusunawa Pulo Gebang;
menyampaikan hasil pengawasan mengenai adanya pelanggaran yang dilakukan warga di
lapangan ke UPRS Wilayah III; dan menyampaikan usulan mengenai minimnya sosialisasi yang
dilakukan UPRS Wilayah III terkait kebijakan. Di sisi lain, terdapat permasalahan yang dihadapi
oleh UPRS Wilayah III dan Pengelola Rusunawa Pulo Gebang terkait partisipasi masyarakat
dalam pelayanan, yakni adanya masyarakat yang menunggak retribusi. Hal ini sesuai dengan
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
pernyataan Petugas Administrasi Rusunawa Pulo Gebang, “Kalo yang nggak bayar, nunggak
ada. Ada juga yang dari Juli, 8 bulan. Cuma beberapa orang doang. Sekitar tiga lah, atau empat
orang” (Wawancara dengan Pak Taufikurrachman, selaku Koordinator Administrasi Rusunawa
Pulo Gebang, 16 Mei 2014).
Berdasarkan penjelasan mengenai indikator-indikator partisipasi, maka partisipasi masyarakat
dalam pelayanan Rusunawa Pulo Gebang baru sampai pada tahap telah didengar dan
berpendapat, tetapi belum mampu untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan masyarakat
akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Dengan demikian, pelayanan Rusunawa Pulo
Gebang belum memenuhi prinsip partisipasi.
Prinsip Non-Partisan
Pelayanan yang ada di Rusunawa Pulo Gebang antara lain pelayanan kebersihan, keamanan,
teknisi dan administrasi. Pelayanan-pelayanan tersebut diperoleh oleh semua masyarakat
penghuni Rusunawa Pulo Gebang, baik masyarakat terprogram maupun masyarakat umum.
Seluruh pengguna pelayanan di Rusunawa Pulo Gebang dikenakan tarif dan besaran denda pun
sama, yakni 2%. Meskipun tarif unit sewa yang dikenakan ke masyarakat umum dan masyarakat
terprogram berbeda, namun payung hukum penetapan kedua jenis tarif tersebut sama, yakni
sama-sama diatur oleh Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2012. Dengan
kata lain, masyarakat umum dan masyarakat terprogram memiliki kedudukan yang sama di mata
hukum. Hal ini sesuai dengan teori non-partisan yang dikemukakan oleh Dwiyanto (2005).
Dalam menentukan nomor dan lantai unit hunian, baik masyarakat terprogram maupun
masyarakat umum, sama-sama harus melalui proses pengundian. Mekanisme yang harus dilalui
oleh kedua jenis target group tersebut juga sama.
Di satu sisi, terdapat perbedaan sarana dan prasarana yang ada di Blok A dan Blok B dengan
Blok C dan Blok D, yaitu fasilitas toilet umum dan tempat usaha hanya terdapat di Blok A dan
Blok B. Perbedaan tipe lantai dasar tersebut karena pembangunan Blok A dan Blok B
dilaksanakan oleh DPGP Provinsi DKI Jakarta, sedangkan pembangunan Blok C dan Blok D
dilakukan oleh REI (Real Estate Indonesia). Selain itu, terdapat mekanisme antre pada saat
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
pendaftaran di Rusunawa Pulo Gebang, pembagian bantuan CSR, dan dalam pelayanan
administrasi di Kantor Pengelola Rusunawa Pulo Gebang.
Indikator terakhir dalam prinsip non-partisan adalah tidak diberlakukannya dispensasi pelayanan
kepada pelanggan. Pada kenyataannya, dalam pelayanan Rusunawa Pulo Gebang, pihak UPRS
Wilayah III dan Pengelola Rusunawa Pulo Gebang banyak memberikan kelonggaran-
kelonggaran tertentu kepada masyarakat penghuni Rusunawa Pulo Gebang. adapun kelonggaran
yang diberikan oleh Pengelola maupun UPRS Wilayah III, yakni : (1) petugas administrasi
memberikan kelonggaran pembayaran hingga tanggal 30 setiap bulannya, padahal batas
pembayaran retribusi di SP setiap bulannya hanya sampai tanggal 20; dan (2) UPRS Wilayah III
memberikan kelonggaran kepada masyarakat yang menunggak retribusi untuk mengangsur sesuai
kemampuan mereka, yakni dengan membuat surat pernyataan di atas materai sebagai bukti
bahwa masyarakat berkomitmen untuk segera membayar angsuran tunggakan.
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan mengenai indikator-indikator dalam prinsip non-
partisan, pelayanan Rusunawa Pulo Gebang tidak memenuhi prinsip non-partisan karena
banyaknya dispensasi yang diberikan oleh pihak UPRS Wilayah III maupun Pengelola Rusunawa
Pulo Gebang terhadap masyarakat yang telah melanggar persyaratan penghunian Rusunawa Pulo
Gebang dan Surat Perjanjian tentang Pemakaian Unit Rusunawa.
Prinsip Akuntabilitas Bagi UPRS, termasuk UPRS Wilayah III, acuan pelayanan pertama adalah Peraturan Gubernur
Nomor 143 Tahun 2010, yang mengatur tentang kedudukan, tugas, dan fungsi pokok, serta
struktur organisasi UPRS. Pada pelaksanaannya, terdapat ketidaksesuaian antara isi peraturan
tersebut dengan fakta di lapangan, yakni terkait dengan SDM (Sumber Daya Manusia). Peraturan
Gubernur Nomor 143 Tahun 2010 mengatur tentang formasi jabatan pada UPRS Wilayah III.
Salah satu isinya adalah jumlah Penjalok yang dimiliki UPRS Wilayah III adalah sebanyak 8
(delapan) orang. Namun hingga saat ini, Penjalok yang dimiliki UPRS Wilayah III hanya
sebanyak 2 (dua) orang, padahal UPRS Wilayah III mengelola 8 (delapan) rusunawa yang
keseluruhannya berada di wilayah Jakarta Timur.
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
Masalah kekurangan SDM di UPRS Wilayah III juga sesuai dengan pernyataan akademisi bahwa
UPRS Wilayah III kekurangan SDM yang bertugas untuk mengawasi rusunawa yang dikelola.
Kurangnya pengawasan di Rusunawa Pulo Gebang dibuktikan dengan masih adanya praktik
percaloan di Rusunawa Pulo Gebang yang diungkapkan oleh salah satu masyarakat umum.
Masalah kekurangan Penjalok menjadi kendala bagi UPRS Wilayah III dalam melakukan
pendataan unit hunian secara rutin, sidak secara rutin, dan meneliti permohonan calon penyewa
dan pergantian penyewa.
Selain itu, masalah kekurangan SDM semakin diperparah dengan tidak adanya fasilitas
pendukung yang memadai untuk menunjang pelayanan di UPRS Wilayah III. Hal ini sejalan
dengan ungkapan Kasubbag TU UPRS Wilayah III, “Terus juga itu mungkin kita juga kurang
didukung sama fasilitas elektronik ya karena sistemnya masih manual. Itu yang bikin susah”
(Wawancara dengan Pak Made, selaku Kasubbag TU UPRS Wilayah III, 22 Mei 2014). Sistem
manual dalam hal penyetoran retribusi sewa dari Petugas Administrasi ke UPRS Wilayah III
dapat menyebabkan terjadinya kemungkinan-kemungkinan lain akibat lemahnya pengawasan,
misalnya penyelewengan oleh Petugas Administrasi. Hal tersebut berdasarkan pada hasil audit
BPK terhadap laporan akuntabilitas DPGP.
“Jadi waktu itu ada pemeriksaan dari BPK. Kalo jaman dulu kan petugas administrasi itu menerima uang secara manual. BPK menemukan dari cara manual itu banyak terjadi penyimpangan. Ya antara lain yang pertama, disalahgunakan sama petugas itu sendiri. Terus yang kedua, ada kemungkinan juga bisa dirampok di tengah jalan kan” (Wawancara dengan Ibu Ledy Natalia, selaku Kasie Pelayanan UPRS Wilayah III, 3 Juni 2014).
Pada akhirnya, sejak awal bulan Mei tahun 2014, Petugas Administrasi Rusunawa Pulo Gebang
harus menyetorkan retribusi yang dibayarkan oleh penghuni setiap hari. Adapun acuan lain yang
digunakan UPRS Wilayah III dalam pelayanan Rusunawa Pulo Gebang, yakni: Perda Provinsi
DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2012 sebagai acuan dalam menetapkan tariff sewa; SOP pelayanan;
dan Surat Perjanjian (SP) tentang Pemakaian Unit Hunian Rusunawa. Adapun upaya represif dari
UPRS Wilayah III dalam mencegah praktik percaloan di Rusunawa Pulo Gebang ditunjukkan
dengan adanya sidak yang dilakukan sewaktu-waktu. UPRS Wilayah III juga mempublikasikan
pamflet-pamflet di pintu masuk dan dinding kaca di UPRS Wilayah III yang bertuliskan
“Waspada Calo”. Hal ini disebabkan karena calo-calo rusunawa tidak hanya beraksi di lapangan,
tetapi juga di wilayah DPGP Provinsi DKI Jakarta.
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPGP telah berupaya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat penghuni Rusunawa Pulo Gebang, khususnya bagi masyarakat terprogram yang
merupakan target utama penghunian rusunawa di Provinsi DKI Jakarta. Beberapa upaya tersebut
terlihat dari adanya subsidi tarif dan gratis retribusi sewa selama 6 bulan yang diberikan kepada
masyarakat terprogram, program bantuan CSR, pelayanan ‘jemput bola’, proses pembangunan
CMS (Cash Management System) dalam pembuatan sistem pembayaran berbasis elektronik, dan
pemberian prioritas lantai 1 (satu) bagi penghuni yang sudah lanjut usia/ibu hamil/yang memiliki
anak balita. Pelayanan ‘jemput bola’ yang pernah diadakan di Rusunawa Pulo Gebang adalah
pelayanan pembuatan rekening tabungan Bank DKI dan pelayanan e-KTP.
Indikator terakhir dalam prinsip akuntabilitas adalah adanya media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik. UPRS Wilayah III menyerahkan laporan secara berkala kepada
DPGP, atau disebut dengan LPJ (Laporan Pertanggungjawaban). DPGP yang nantinya akan
menyerahakan LPJ tersebut kepada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk diaudit. Pengelola
Rusunawa Pulo Gebang juga membuat laporan pertanggungjawaban yang memuat laporan harian
terkait penerimaan retribusi sewa unit hunian, air, dan listrik, serta kegiatan yang dilakukan
petugas sehari-hari dalam memberikan pelayanan.
Berdasarkan penjelasan mengenai indikator-indikator dalam akuntabilitas, pelayanan Rusunawa
Pulo Gebang belum memenuhi prinsip akuntabilitas karena terdapat ketidaksesuaian antara
peraturan yang telah ditetapkan dengan pelaksanaannya di lapangan.
Prinsip Responsivitas
Indikator pertama dalam prinsip responsivitas adalah terdapat tidaknya keluhan dari pengguna
jasa. Secara umum, bentuk-bentuk keluhan yang dilaporkan oleh masyarakat penghuni Rusunawa
Pulo Gebang adalah sebagai berikut:
“Kalo keluhan warga biasanya itu dari keamanan, pernah kehilangan motor. Lalu kebersihannya, kebersihannya yang dari pengelola khususnya lantai dasar kurang diperhatikan. Jadi itu aja keluhan-keluhan warga. Lalu fisik ini kamar mandi bocor. Terus septictanknya rusak. Itu yang banyak jadi keluhan warga. Terus ada kamar mandi bermasalah airnya” (Wawancara dengan Pak Reby, selaku Ketua RT Blok D Rusunawa Pulo Gebang, 19 Mei 2014).
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
Warga masyarakat menyampaikan keluhan mereka ke Pengelola Rusunawa Pulo Gebang ataupun
langsung ke UPRS Wilayah III. Keluhan-keluhan yang disampaikan warga tersebut juga terkait
dengan indikator kedua dalam prinsip responsivitas, yakni sikap aparat birokrasi dalam merespon
keluhan dari pengguna. Menurut masyarakat penghuni, sikap Pengelola Rusunawa Pulo Gebang
dalam menanggapi keluhan yang disampaikan adalah sebagai berikut:
“Ya mereka saya tampung ya saya tampung ya. Nanti kami sampaikan. Jadi ee ya kami terima nanti disampaikan. Tapi biasanya udah sampe ke atas selalu alesannya kita menyesuaikan dengan anggaran. Cuman kalo ee memang mau fair ya harusnya mereka sampaikan, kalo mungkin warga bisa perbaiki sendiri ya perbaiki dulu saja. Jadi itung-itung walaupun itu punya pemda, tapi kan kita yang tinggal. Tapi jawaban itu nggak pernah kita denger. Yang selalu jawabnya itu ya anggarannya belum turun” (Wawancara dengan Pak Reby, selaku Ketua RT Blok D Rusunawa Pulo Gebang, 19 Mei 2014).
Pengelola menghadapi permasalahan pencairan anggaran dari DPGP yang harus melalui
mekanisme yang panjang. Menurut Kasubbag TU UPRS Wilayah III, pencairan anggaran
pemeliharaan rusunawa harus melalui mekanisme berdasarkan aturan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta. Hal tersebut yang membuat keluhan berupa kerusakan sarana dan prasarana di rusunawa
tidak langsung diatasi oleh UPRS Wilayah III maupun Pengelola karena keluhan-keluhan warga
untuk sementara waktu ditangguhkan sampai mekanisme pencairan anggaran selesai.
Namun, terkait keluhan mengenai keamanan lingkungan rusunawa, Pengelola telah menjadikan
keluhan tersebut sebagai referensi perbaikan pelayanan keamanan, yakni petugas keamanan
semakin memperketat penjagaan di Rusunawa Pulo Gebang. Dengan demikian, kedua hal
tersebut (perbaikan sarana, prasarana dan keamanan) berkaitan dengan perwujudan indikator
ketiga dalam prinsip responsivitas, yakni penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai
referensi perbaikan pelayanan di masa datang.
Indikator keempat dalam prinsip responsivitas adalah berbagai tindakan aparat birokrasi untuk
memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa. Untuk memudahkan masyarakat dalam
menyampaikan keluhannya, Pengelola Rusunawa Pulo Gebang telah mempublikasikan nomor
telepon yang dapat dihubungi oleh masyarakat penghuni Rusunawa. Selain itu, beberapa
masyarakat penghuni Rusunawa Pulo Gebang juga sudah mengetahui nomor telepon pegawai
UPRS Wilayah III.
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
Indikator terakhir dalam prinsip responsivitas adalah aparat birokrasi tanggap terhadap aspirasi
masyarakat. Aspirasi masyarakat biasanya langsung disampaikan ke UPRS Wilayah III, “
Misalkan ada kebijakan dari sini, bu kasih kita ini dong surat edaran, surat pemberitahuan”
(Wawancara dengan Ibu Ledy Natalia, selaku Kasie Pelayanan UPRS Wilayah III DPGP
Provinsi DKI Jakarta, 3 Juni 2014). Hal tersebut sesuai dengan fakta di lapangan bahwa
sosialisasi mengenai kebijakan maupun rencana kegiatan yang akan diadakan di Rusunawa Pulo
Gebang masih kurang efektif dan sering mendadak.
Berdasarkan penjelasan mengenai indikator-indikator dalam prinsip responsivitas, baik UPRS
Wilayah III maupun Pengelola Rusunawa Pulo Gebang, bersedia mendengarkan keluhan dan
aspirasi masyarakat, namun UPRS Wilayah III dan Pengelola Rusunawa Pulo Gebang tidak
memberikan kepastian jawaban kepada masyarakat mengenai tindak lanjut dari keluhan maupun
aspirasi masyarakat penghuni. Dengan demikian, UPRS Wilayah III maupun Pengelola
Rusunawa Pulo Gebang belum memenuhi prinsip responsivitas dalam pelayanan Rusunawa Pulo
Gebang.
Prinsip Efisiensi Tarif sewa unit hunian Rusunawa Pulo Gebang secara jelas diatur dalam Perda DKI Jakarta
Nomor 3 Tahun 2012. Tarif sewa tersebut juga tertuang di dalam Surat Perjanjian (SP) Pasal 3.
Tabel 1. Tarif Sewa Unit Hunian dan Unit Usaha Rusunawa Pulo Gebang
Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Tabel di atas menunjukkan bahwa tarif sewa hunian yang dikenakan kepada masyarakat
disesuaikan dengan lantai dan jenis target group, yakni masyarakat terprogram atau masyarakat
umum. Tarif listrik dan air dikenakan sesuai pemakaian penghuni. Bagi masyarakat yang
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
terlambat melakukan pembayaran, maka akan dikenakan denda sebesar 2% setiap bulannya.
Denda tersebut diatur dalam SP Pasal 10. Saat ini, denda hanya dikenakan pada tarif sewa unit
hunian.
Menurut masyarakat terprogram, tarif subsidi yang diberikan oleh Pemerintah telah meringankan
biaya hidup masyarakat terprogram. Tarif sewa unit hunian Rusunawa Pulo Gebang lebih murah
jika dibandingkan biaya sewa kontrakan sebelum masyarakat terprogram tinggal di Rusunawa
Pulo Gebang. Selain itu, masyarakat umum juga tidak merasa keberatan dengan tarif sewa yang
dikenakan. Dalam hal tenaga yang harus dikeluarkan, masyarakat juga tidak keberatan.
Indikator berikutnya adalah kepastian waktu pelayanan. Jam operasional pelayanan UPRS
Wilayah III sudah secara jelas dipublikasikan melalui pamflet-pamflet yang ditempelkan di depan
pintu UPRS Wilayah III, yakni setiap hari Senin – Jumat pukul 08.00 - 15.00 , dengan jam
istirahat pukul 12.00 – 13.00. Jam operasional Kantor Pengelola Rusunawa Pulo Gebang juga
sudah secara jelas dipublikasikan melalui pamflet-pamflet.
Indikator terakhir dalam prinsip efisiensi adalah pemberian produk pelayanan oleh birokrasi
tanpa disertai adanya tindakan pemaksaan kepada publik untuk mengeluarkan biaya ekstra
pelayanan. Untuk memperoleh pelayanan di Rusunawa Pulo Gebang, baik sebelum maupun
sesudah proses penghunian, masyarakat tidak dikenakan biaya tambahan apapun oleh UPRS
Wilayah III. Biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat hanya dalam hal retribusi sewa unit hunian,
air dan listrik setiap bulannya, sedangkan biaya tambahan untuk parkir merupakan inisiatif dari
seluruh masyarakat penghuni Rusunawa Pulo Gebang. “Parkir aja tapi itu kan swadaya dari
masyarakat. Dan itu pun dimusyawarahkan melalui musyawarah RT” (Wawancara dengan Pak
Amin, selaku Ketua RT Blok B Rusunawa Pulo Gebang, 18 Mei 2014).
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan mengenai indikator-indikator dalam prinsip efisiensi,
pelayanan Rusunawa Pulo Gebang belum memenuhi prinsip efisiensi karena masih ada biaya
tambahan yang harus dikeluarkan oleh penghuni Rusunawa Pulo Gebang. Hal tersebut karena
petugas keamanan Rusunawa Pulo Gebang hanya menjaga keamanan dan menjaga aset pemda,
yakni gedung, air, dan listrik, sedangkan barang pribadi milik penghuni menjadi tanggung jawab
masing-masing penghuni.
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DPGP Provinsi DKI Jakarta belum melaksanakan
prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan Rusunawa Pulo Gebang. Di satu sisi, terdapat
upaya dalam melaksanakan prinsip partisipasi, yakni dengan melibatkan pihak swasta dan
masyarakat penghuni dalam penyelenggaraan pelayanan Rusunawa Pulo Gebang, meskipun
kebijakan yang dibuat terkait pelayanan Rusunawa Pulo Gebang masih bersifat top down. Dalam
prinsip efisiensi, retribusi sewa unit hunian dianggap meringankan biaya ekonomi masyarakat,
meskipun masyarakat penghuni masih dikenakan biaya tambahan untuk menjaga keamanan
kendaraan pribadi, yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan di masing-masing RT.
DPGP Provinsi DKI Jakarta, UPRS Wilayah III dan Pengelola Rusunawa Pulo Gebang
mengalami kendala dalam melaksanakan prinsip-prinsip good governance, yakni tidak adanya
sistem elektronik pendukung dalam pelayanan, terutama dalam pelayanan administrasi sehingga
menyebabkan penyimpangan di lapangan dan masyarakat mengalami kesulitan dalam mengakses
informasi mengenai pelayanan di Rusunawa Pulo Gebang. DPGP. UPRS Wilayah III juga
menghadapi kendala kurangnya penanggung jawab lokasi (Penjalok).
Saran
1. Dari segi akademisi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun DPGP, sebaiknya
melibatkan masyarakat penghuni rusunawa dalam merumuskan kebijakan terkait
pelayanan di rusunawa, misalnya dalam membuat isi SP (Surat Perjanjian) dan SOP
pelayanan agar kebijakan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang
ada di lapangan. Hal ini sesuai dengan prinsip partisipasi yang dikemukakan oleh
Dwiyanto bahwa partisipasi masyarakat dapat membantu pemerintah daerah dan
masyarakat dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.
2. Untuk mendukung pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabilitas, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta dan DPGP Provinsi DKI Jakarta perlu merubah sistem pelayanan
secara manual dengan cara membangun sebuah sistem elektronik yang dapat
memudahkan pelayanan di seluruh rusunawa yang ada di Provinsi DKI Jakarta, terutama
dalam pembayaran retribusi sewa. Hal tersebut juga dapat mensiasati masalah kuantitas
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
SDM yang kurang serta dapat mencegah korupsi atau penyimpangan di rusunawa,
termasuk praktik percaloan.
3. DPGP Provinsi DKI Jakarta perlu memperbaiki website www.rumah-gedungjakarta.org
karena dapat membantu DPGP dalam melakukan sosialisasi terkait prosedur dan
persyaratan penghunian rusunawa, alokasi anggaran, unit hunian yang kosong maupun
kegiatan yang dilakukan DPGP terkait dengan pelayanan rusunawa. Keberadaan website
DPGP juga dapat membantu masyarakat untuk memperoleh kemudahan dalam
mengakses informasi yang dibutuhkan terkait pelayanan rusunawa.
4. UPRS Wilayah III dan Pengelola Rusunawa sebaiknya melakukan sosialisasi terkait SOP
pelayanan kepada masyarakat umum maupun masyarakat penghuni rusunawa sehingga
masyarakat mengetahui mutu baku waktu yang diperlukan dalam setiap alur proses
pelayanan. Sosialisasi dapat dilakukan melalui pamflet yang dipublikasikan di UPRS
Wilayah III maupun Kantor Pengelola.
5. UPRS Wilayah III sebaiknya melakukan pendataan unit hunian yang kosong secara
periodik dan dipublikasikan ke masyarakat. Hal tersebut merupakan salah satu cara
mencegah praktik percaloan di rusunawa, termasuk di Rusunawa Pulo Gebang.
6. DPGP Provinsi DKI Jakarta maupun UPRS Wilayah III perlu menambah Penjalok
sehingga pengawasan di rusunawa-rusunawa yang dikelola UPRS Wilayah III lebih
optimal. Hal ini mengingat jumlah rusunawa di UPRS Wilayah III lebih banyak
dibandingkan UPRS lainnya.
7. UPRS Wilayah III, Pengelola Rusunawa Pulo Gebang, perwakilan RT di setiap blok
maupun SKPD terkait hendaknya dapat meningkatkan koordinasi dalam melakukan
sosialisasi terkait rencana kegiatan di Rusunawa Pulo Gebang. Hal ini agar rencana
kegiatan yang akan dilaksanakan di Rusunawa Pulo Gebang dapat diberitahukan secara
komprehensif dan tidak mendadak.
8. Sosialisasi mengenai rencana kegiatan yang akan diadakan di Rusunawa Pulo Gebang
hendaknya tidak hanya dilakukan secara verbal tetapi juga tertulis, misalnya melalui
pamflet-pamflet yang diletakkan di tempat-tempat yang mudah dilihat maupun sering
dilewati oleh masyarakat penghuni rusunawa, tidak hanya di Kantor Pengelola saja.
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014
Daftar Referensi
Buku:
Dwiyanto, Agus. (2005). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Farazmand, Ali. (2004). Sound Governance: Policy and Administrative Innovations. London: Praeger
Jubaedah, Edah, Nugraha Lili dan Haris Faozan. (2008). Model Pengukuran Pelaksanaan Good Governance. Bandung: PKP2A I LAN
Khawaja, Sarfraz. (2011). Good Governance and Result Based Monitoring. Pakistan: Almumtaz Graphics
Kurniawan, Agung. (2005). Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaruan Sarundajang, S.H. (2005). Birokrasi Dalam Otonomi Daerah. Jakarta: Kata Hasta Pustaka Sedarmayanti. (2003). Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi
Daerah. Bandung: Penerbit Mandar Maju _______. (2007). Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) dan Good Corporate
Governance (Tata Kelola Perusahaan Yang Baik). Bandung: Penerbit Mandar Maju Sutedi, Adrian. (2010). Hukum Rumah Susun & Apartemen. Jakarta: Sinar Grafika Widodo, Joko. (2001). Good Governance. Surabaya: Insan Cendekia Mardiasmo, 2002:24-25) Situs Resmi Pemerintah: Portal Resmi Provinsi DKI Jakarta, www.jakarta.go.id Portal Resmi DPGP Provinsi DKI Jakarta, www.rumah-gedungjakarta.org Peraturan Perundang-Undangan: Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah,
Lembaran Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 Nomor 3 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 139 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah, Berita Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009 Nomor 137
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 143 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Rumah Susun, Berita Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 Nomor 140
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 112 Tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha, Berita Daerah Tahun 2013 Nomor 75018
Dokumen Pemerintah: Booklet DPGP Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013
Analisis Pelaksanaan..., Lestari Kurniati, FISIP UI, 2014