LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL MOLEKULER
Oleh :A T A N G
NIM : P2BA09007
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI
MAGISTER BIOLOGIPURWOKERTO
2010
1
ACARA 1. ISOLASI DNA PLASMID
LANDASAN TEORI
Plasmid adalah molekul DNA sirkuler berukuran relatif kecil di luar kromosom
yang terdapat di dalam sel prokariot, khususnya bakteri. Gen-gen yang terdapat di dalam
plasmid pada umumnya tidak esensial bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup individu
bakteri, tetapi sering kali menyandi sintesis protein untuk resistensi terhadap antibiotik.
Dalam rekayasa genetika plasmid sering digunakan sebagai vektor untuk membawa gen-
gen tertentu yang diinginkan ke dalam suatu sel inang. Gen-gen tersebut selanjutnya akan
mengekspresikan produk komersial tertentu seperti insulin, interferon, dan berbagai enzim.
TUJUAN
Mengisolasi DNA Plasmid pUC19 dari E.coli JM109 menggunakan Kit QIAprep
BAHAN DAN ALAT
1. E. coli JM109 yang didalamnya terdapat plasmid pUC19
2. Medium Luria Bertani (LB) agar dan LB cair
3. Ampisilin
4. QIAprep Spin Miniprep Kit (Qiagen, USA)
5. Microsentrifuga 5415D (Eppendorf)
6. Tabung mikrosentrifuga
7. Sarung tangan
8. Seperangkat mikropipet beserta tip nya (Bio- Rad dan Axygen Scientific)
9. Lemari pendingin
10. Kamera digital
CARA KERJA
1. Koloni tunggal bakteri JM transforman pUC19 diinokulasikan ke 25 ml medium
LB cair dan dinkubasi di dalam shaker incubator dengan kecepatan rotasi 15C rpm
pada suhu 370 C selama 16 jam (semalam)
2. Kultur bakteri hasil inkubasi 16 jam sebanyak 3 ml diambil dan dimasukkan ke
dalam tabung mikrosentrifuga kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan
5700 x g selama 5 menit
2
3. Pelet sel diresuspensi dengan 1 ml larutan STE dan disentrifugasi dengan kecepatan
5700 x g selama 5 menit
4. Pelet sel diresuspensi dengan 250 μl Buffer P1 sampai homogen
5. Suspensi ditambah 250 μl buffer P2 dan diresuspensi kembali dengan cara dibolak-
balik sebanyak 4-5 kali
6. Suspensi yang dihasilkan akan berubah warnanya menjadi biru
7. Suspensi selanjutnya ditambah 350 μl N3 dan diresuspensi dengan cara yang sama
sehingga warna suspensi kembali seperti warna awal
8. Tahap selanjutnya tabung mikrosentrifuga disentrifugasi dengan kecepatan 13000
rpm (17.900 x g) selama 10 menit
9. Supernatan yang dihasilkan dipindah dengan cara dituang ke dalam collection tube
yang dilengkapi dengan QIAprep spin column dan disentrifugasi kembali dengan
kecepatan 13000 rpm (17.900 x g) selama satu menit
10. Cairan yang melewati membran dibuang dan QIAprep spin column dimasukkan
kembali ke dalam tabung mikrosentrifuga
11. QIAPrep spin column dicuci dengan 500 μl PB dan disentrifugasi dengan kecepatan
13000 rpm selama 1 menit
12. Cairan yang melewati QIAprep spin column dibuang, dan ke dalam QIAprep spin
column ditambahkan kembali 750 μl buffer PE, dan dilakukan sentrifugasi dengan
kecepatan 13000 rpm selama 1 menit
13. Cairan yang melewati QIAprep spin column kembali dibuang dan disentrifugasi
ulang untuk menghilangkan sisa buffer pencuci
14. QIAprep spin column dipindahkan ke tabung mikrosentrifuga 1, 5 ml baru dan
ditambah dengan 50 μl buffer EB, dan dilanjutkan dengan sentrifugasi pada
kecepatan 13000 rpm selama 1 menit (elusi pertama)
15. QIAprep spin column dipindahkan ke tabung sentrifuga 1, 5 ml yang lain dan
ditambah dengan 50 μl buffer EB. Tabung mikrosentrifuga beserta QIAprep spin
column disentrifugasi pada kecepatan 13000 selama 1 menit (elusi kedua)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, isolasi DNA plasmid menghasilkan DNA plasmid yang diinginkan.
Isolasi DNA plasmid dilakukan dengan cara isolasi DNA plasmid pUC19 yang terdapat di
dalam E. coli JM 109. Isolasi tersebut dilakukan berdasarkan kit dari Qiagen (USA), yaitu
3
QIAprep Spin Miniprep Kit. Hasil yang diperoleh dapat diketahui dengan cara
elektroforesis gel agarosa. Adapun hasil dari elektroforesis gel agarosa adalah sebagai
berikut :
Komponen penting dalam eksperimen kloning gen adalah vektor yang membawa
gen masuk sel inang dan bertanggung jawab atas replikasinya. Untuk dapat bertindak
sebagai vektor suatu molekul DNA harus mampu memasuki sel inang serta mengadakan
replikasi untuk menghasilkan kopi dalam jumlah yang besar. Salah satu vektor penting
yang sering digunakan dalam kloning gen adalah plasmid. Plasmid adalah molekul DNA
non kromosomal sirkuler yang terdapat bebas dalam sel bakteri.
Ukuran plasmid berkisar antara 1 kb untuk yang terkecil dan lebih dari 250 kb
untuk yang besar. Ukuran kurang dari 10 kb adalah yang terbaik untuk vektor kloning.
Jumlah kopi menunjukkan jumlah molekul plasmid masing- masing yang biasanya
ditemukan dalam satu sel bakteri, biasanya berkisar antara 1 sampai 50 atau lebih. Vektor
kloning perlu ada dalam sel dengan banyak kopi sehingga dapat dihasilkan molekul DNA
rekombinan dalam jumlah besar.
Plasmid pUC19 adalah satu dari tujuh buah plasmid yang diketahui berada dalam
sel Eschericia coli. Bakteri inang pembawa pUC19 ini ditumbuhkan dalam medium
kompleks: Luria Bertani (LB) sebagai sumber DNA. Dalam medium LB pada suhu 37 0 C
4
dengan pengocokan pada kecepatan 150-250 r/menit, sel E. coli akan membelah sekali
setiap 20 menit sampai kultur mencapai densitas maksimum kira-kira 2-3 x 109 sel/ml.
E. coli JM109 dipanen, diambil 3 ml dan disentrifuse pada kecepatan 5700 x g
selama 5 menit. Tujuan dari sentrifugasi ini adalah untuk mengendapkan bakteri pada
dasar tabung karena untuk penyiapan ekstrak sel bakteri harus diperoleh dalam volume
yang sekecil mungkin.
Setelah didapatkan ekstrak sel, langkah pertama dalam proses isolasi DNA adalah
perusakan dan atau pembuangan dinding sel bakteri inang dapat dilakukan dengan cara
mekanis seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku leleh maupun dengan cara enzimatis seperti
pemberian lisozim. Pada praktikum acara ini, perusakan dinding sel dilakukan dengan
pemberian STE sebanyak 1 ml kedalam pelet sel hasil sentrifugasi pertama.
Pemurnian atau isolasi DNA plasmid menggunakan kit QIAprep ini menggunakan
metode pemurnian berdasarkan konformasi DNA (dengan denaturasi alkali). Kebanyakan
DNA plasmid berada dalam sel sebagai molekul yang sangat berlilitan (supercoiled) atau
disebut covalently closed circular (CCC) DNA. DNA kromosom jauh lebih longgar ikatan
kedua untainya. Molekul supercoiled ini jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila
dibandingkan dengan DNA kromosom dan dapat dipisahkan dengan dua cara yaitu:
denaturasi dengan alkali, dan pemurnian berdasarkan kerapatan apung (bouyant density)
atau dikenal dengan istilah equilibrium density gradient centrifugation atau sentrifugasi
isopiknik.
Langkah berikutnya dalam isolasi DNA adalah lisis sel, dimana pada acara ini
digunakan buffer P1 dan P2. Buffer P1 sebelumnya telah ditambah dengan enzim RNAse A
dan deterjen Sodium Dodesil Sulfat (SDS) dan indikator LyseBlue. RNAse dan SDS adalah
kombinasi untuk tujuan perusakan dinding dan lisis sel. Pada pH 12 -12,5 ikatan hidrogen
dari DNA kromosom non supercoiled akan terdenaturasi, heliks ganda terurai dan kedua
rantai polipeptida memisah. Untuk mengecek apakah denaturasi ini telah berhasil dengan
baik atau tidak, maka penambahan P2 akan memperjelas proses ini. Apabila denaturasi
telah terjadi, maka suspensi pelet sel akan berwana biru karena adanya reaksi dengan
indikator LyseBlue.
Proses re-naturasi selanjutnya dilakukan dengan cara mengembalikan DNA pada
kondisi asam yaitu dengan penambahan buffer N3 yang mengandung asam asetat.
Pemberian asam akan menyebabkan DNA bakteri yang sebelumnya terdenaturasi,
mengelompok dalam massa DNA linier yang kusut. Sentrifugasi selanjutnya pada
5
kecepatan 13000 selama 10 menit akan mengendapkan massa DNA ini di dasar tabung
sentrifugasi dan meninggalkan plasmid murni dalam supernatan.
Penambahan RNAse A (ribonuklease) dan SDS di buffer pertama (P1)
menyebabkan sebagian besar protein dan RNA menjadi tidak larut dan dapat dihilangkan
pada tahap sentrifugasi (ikut mengendap bersama massa DNA, dinding serta debris sel
lainnya). Presipitasi menggunakan fenol atau pelarut organik seperti kloroform untuk
menghilangkan sisa protein, tidak perlu dilakukan jika kita menggunakan metode
denaturasi alkali.
Supernatan berisi plasmid murni kemudian dicuci dua kali menggunakan buffer PB
isinya mengandung isopropanol dan buffer PE yang mengandung 96 – 100% ethanol. Dari
Qiaprep spin column, supernatan plasmid kemudian dipindahkan ke tabung
mikrosentrifuse baru dan di elusi dua kali dengan buffer EB (Elution Buffer) dimana
masing- masing melewati sentrifugasi pada 13000 rpm selama satu menit. Hasil elusi
inilah DNA plasmid pUC19 yang telah berhasil kita isolasi dari E.coli JM109.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa isolasi DNA plasmid
dapat dilakukan menggunakan kit yang telah tersedia (pabrikan), pada praktikum
digunakan QIAprep Spin Miniprep Kit. Jumlah pasangan basa DNA plasmid hasil isolasi
dapat diketahui dengan elektroforesis gel agarosa.
6
ACARA 2. RESTRIKSI DNA PLASMID
LANDASAN TEORI
Teknologi DNA rekombinan merupakan suatu teknologi yang dapat diterapkan
sebagai pendekatan dalam mengatasi masalah sulitnya memurnikan protein dan materi
lainnya dari suatu organisme dalam jumlah besar. Salah satu teknik yang digunakan dalam
teknologi DNA rekombinan adalah teknik pemotongan DNA (restriksi DNA). Molekul
DNA rekombinan dapat diperoleh dengan cara memotong DNA vektor pada tempat
tertentu yang memiliki daerah pemotongan yang sama dengan hasil pemotongan DNA
kromosom. Manipulasi pemotongan DNA dilakukan oleh enzim yang disebut
endonuklease restriksi.
Beberapa enzim seperti BamHI, EcoRI dan PstI dapat memotong masing-masing
strand DNA. Molekul DNA yang dihasilkan memiliki ujung lengket yang kemudian dapat
berasosiasi dengan pasangan basa komplementer pada beberapa fragmen DNA lain yang
juga telah dipotong dengan enzim restriksi.
TUJUAN
Memotong DNA plasmid pUC19
BAHAN DAN ALAT
1. Plasmid pUC19
2. Enzim restriski (PstI)
3. Microsentrifuga 5415D (Eppendorf)
4. Tabung mikrosentrifuga
5. Sarung tangan
6. Seperangkat mikropipet beserta tipnya (Bio-Rad dan Axygen Scientific)
7. Pemanas air (water bath) tipe WB-20E (JEIO TECH, Korea)
8. Thermometer
9. Lemari pendingin (Freezer)
10. Kamera Digital
CARA KERJA
1. Vektor pUC19 dipotong dengan enzim restriksi PstI.
7
2. Reaksi restriksi dipersiapkan dalam tabung mikrosentrifuga berukuran 1 ml dengan
komposisi Buffer E sebanyak 5 µl, BSA sebayak 0,5 µl, DNA pUC19 sebayak 20
µl, dan PstI sebayak 2 µl untuk vinal volume 50 µl.
3. Tabung mikrosentrifuga diketuk sebentar untuk memastikan campuran sudah
tersuspensi.
4. Tabung mikrosentrifuga yang berisi campuran reaksi tersebut diinkubasi pada suhu
370 C selama 2 jam menggunakan pemanas air (Water Bath).
5. Tabung mikrosentrifuga selanjutnya diinkubasi pada suhu 650 C selama 15 menit
menggunakan Water Bath. Hal ini dilakukan untuk inaktifasi enzim restriksi.
6. Larutan DNA hasil restriksi disimpan di dalam Frezer.
7. Hasil pemotongan diuji dengan teknik elektroforesis gel agarosa
HASIL DAN PEMBAHASAN
Beberapa syarat suatu plasmid dapat digunakan sebagai vektor kloning adalah:
mempunyai sekurang- kurangnya dua gen marker yang dapat menandai masuk tidaknya
plasmid ke dalam sel inang, dan mempunyai tempat pengenalan restriksi sekurang-
kurangnya di dalam salah satu marker yang dapat digunakan sebagai tempat penyisipan
fragmen DNA.
Plasmid pUC19 memiliki jumlah kopi yang tinggi dan ukuran panjang 2686 bp.
pUC19 memiliki komposisi seperti plasmid buatan pBR322 dan M13mp19. Plasmid
pUC19 mengandung origin of replication (ORI) yang berupa pMB1 replikon rep, gen bla
yang membuat resisten ampicilin, operon lac mengandung CAP situs pengikatan protein,
promoter Plac, lac repressor situs pengikatan, dan 5’ bagian terminal gen lacZ yang
mengkode fragmen N-terminal beta galactosidase. Plasmid ini memiliki multiple cloning
site (MCS) pada frame gen lacZα, dimana beberapa enzim restriksi dapat diaplikasikan
pada satu situs pemotongan (pada urutan basa yang sama). Misalnya Apo I dan EcoRI yang
sama –sama memotong plasmid pada basa ke 396.
Endonuklease adalah enzim yang memecah ikatan fosfodiester internal pada
molekul DNA. Salah satu endonuklease yang penting adalah endonuklease restriksi tipe II,
yang memiliki sifat-sifat antara lain: mengenali urutan tertentu sepanjang empat hingga
tujuh pasang basa di dalam molekul DNA, memotong kedua untai molekul DNA di tempat
tertentu pada atau di dekat tempat pengenalannya, menghasilkan fragmen-fragmen DNA
8
dengan berbagai ukuran dan urutan basa. Tempat pemotongan pada kedua untai DNA
sering kali terpisah sejauh beberapa pasang basa. Pemotongan DNA dengan tempat
pemotongan semacam ini akan menghasilkan fragmen- fragmen dengan ujung 5’ yang
runcing karena masing- masing untai tunggalnya menjadi tidak sama panjang. Dua
fragmen DNA dengan ujung yang runcing akan mudah disambungkan satu sama lain
sehingga ujung runcing sering pula disebut sebagai ujung lengket (sticky end) atau ujung
kohesif.
Tiga enzim restriksi tipe II yang digunakan dalam praktikum ini adalah HindIII,
Pst l, dan EcoRI. Semua enzim restriksi produk Promega, dalam aplikasinya ditambahkan
buffer tambahan (misalnya buffer D, E, H) dan Acetylated BSA yang berfungsi untuk
meningkatkan aktifitas atau untuk mengoptimalkan kerja enzim. 1 unit enzim restriksi
didefinisikan sebagai jumlah atau banyaknya enzim yang dibutuhkan untuk memotong
1 µg DNA λ dalam 1 jam pada suhu 370 C dalam 50 µl buffer uji mengandung Acetylated
BSA yang ditambahkan sampai konsentrasi final sebanyak 0,1 mg/ml.
Buffer diberikan dalam tabung mikrosentrifuse berisi DNA plasmid, sebelum
pemberian enzim restriksi. Hal ini dilakukan karena larutan DNA harus disesuaikan agar
memberikan kondisi yang tepat untuk aktifitas enzim yang maksimal. Kebanyakan
endonuklease restriksi akan berfungsi baik pada pH 7,4 dan bervariasi dalam kekuatan
ionik yang diperlukan (biasanya berasal dari NaCl dan Mg2+). Perlu diketahui bahwa
semua endonuklease restriksi tipe II membutuhkan Mg2+ untuk berfungsi. Senyawa
pereduksi seperti Ditiotreitol juga perlu ditambahkan untuk menstabilkan enzim dan
mencegah nonaktifitasnya. Maka komposisi buffer yang ditambahkan adalah sama yaitu:
Tris-HCl dengan pH 7,5; NaCl; MgCl2, dan Ditiotreitol (DDT).
Perbedaan satu buffer dengan buffer lainnya hanyalah pada konsentrasi tiap-tiap
elemen tersebut, disesuaikan dengan karakter atau sifat dari masing- masing enzimnya.
Misalnya buffer E dengan 10x konsentrasi kerja, memiliki komposisi: 60mM Tris-HCl (pH
7,5); 1M NaCl; 60mM MgCl2, dan 10mM DDT, sedangkan buffer H memiliki komposisi:
900mM Tris-HCl (pH 7,5); 500mM NaCl; 100mM MgCl2, dan 10mM DDT. Penting
kiranya membuat kondisi yang tepat untuk aktifitas enzim karena konsentrasi NaCl atau
Mg2+ yang tidak tepat dapat menyebabkan penurunan aktifitas, bahkan mengubah
spesifikasi enzim sehingga pemotongan DNA terjadi pada sekuens pengenal tambahan
yang tidak semestinya.
Dalam manual untuk tiap-tiap enzim akan disertakan pula informasi tambahan
seperti persentase aktifitas buffer yang digunakan, suhu yang optimal untuk menginaktifasi
9
kerja enzim, frekuensi pemotongan pada beberapa jenis plasmid dan DNA λ, persentase
terjadinya pemotongan (Cut), ligasi (Ligation), dan pemotongan kembali (Recut) akan
tertulis misalnya C/L/R: 100%:90%:90%. Pada praktiknya, enzim restriksi dapat
memotong DNA dalam waktu minimal 2 jam, maksimal 4 jam inkubasi setelah
pencampuran DNA dan enzim. Informasi tambahan dalam hal pemakaian buffer juga
disertakan. Misalnya buffer B, C, dan D dapat digunakan dalam reaksi restriksi dengan
enzim Pst I tetapi persentase keberhasilan pemotongan hanyalah 50-75%. Apabila
menggunakan buffer H maka tingkat keberhasilan adalah 100%, maka buffer H inilah yang
kita pakai.
Suhu yang optimal untuk aktifitas enzim restriksi biasanya adalah 370 C, tetapi
beberapa yang lain memerlukan suhu optimal yang berbeda. Sebagai contoh, Taq I yang
dimurnikan dari Thermus aquaticus yang hidup pada tempat dengan temperatur sangat
tinggi,sumber air panas misalnya. Digesti restriksi dengan Taq I harus diinkubasi pada 650
C untuk memperoleh aktifitas enzim yang maksimum.
Perlakuan untuk inakftifasi enzim berbeda-beda pula antara satu dengan yang
lainnya. Inaktifasi enzim perlu dilakukan dalam proses kloning gen, karena bila tidak
dinon-aktifkan, enzim akan mendigesti DNA lain yang mungkin ditambahkan pada tahap
selanjutnya. Beberapa perlakuan yang dapat menon aktifkan enzim adalah pemanasan pada
suhu 65- 700 C dalam waktu yang pendek, atau penambahan EDTA yang akan mengikat
ion Mg2+ sehingga mencegah kerja endonuklease restriksi.
Berdasarkan petunjuk manual yang dikeluarkan Promega (2008) ketiga enzim ini
memiliki karakter yang berbeda-beda, yang pertama kita bahas adalah HindIII. HindIII
diisolasi dari Haemophilus influenzae Rd, dengan sekuens pengenalan: 5’...A▼AGCT
T...3’ dan 3’...T TCGA▲A...5’ dan ujung lengket (sticky end). HindIII berukuran 5000 u,
dengan konsentrasi 10 u/µl. Buffer yang ditambahkan dalam reaksi restriksi adalah buffer
E, dengan suhu reaksi optimal 370 C, suhu penyimpanan -200 C. Semua enzim dalam
penyimpanan, tidak boleh terlalu sering berada dalam kondisi suhu yang berubah-ubah
karena akan merusak enzim. Untuk HindIII, suhu inaktifasi adalah 650 C selama 15 menit.
Enzim kedua yaitu Pst I yang dimurnikan dari Providencia stuartii, dengan sekuens
pengenalan: 5’...C TGCA▼G...3’ dan 3’...G▲ACGT C...5’, ujung lengket. Ukuran Pst I
adalah 3000 u dengan konsentrasi 10u/µl. Buffer yang ditambahkan dalam reaksi adalah
buffer H, suhu reaksi optimal 370 C, suhu penyimpanan -200 C. Suhu inaktifasi 650 C
selama 15 menit.
10
Enzim ketiga adalah EcoRI yang dimurnikan dari Eschericia coli RY13 dengan
sekuens pengenalan: 5’...G▼AATT C...3’ dan 3’...C TTAA▲G...5’, ujung lengket. Ukuran
EcoRI adalah 5000 u dengan konsentrasi 12u/µl. Buffer H digunakan dalam reaksi. Suhu
reaksi optimal 370 C, suhu penyimpanan -200 C.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa restriksi DNA plasmid
dapat dilakukan menggunakan beberapa enzim restriksi,diantara HindIII, EcoR1, dan PstI.
Jumlah pasangan basa DNA plasmid hasil restriksi dapat diketahui dengan elektroforesis
gel agarosa.
11
ACARA 3. ELEKTROFORESIS GEL AGAROSA
LANDASAN TEORI
Elektroforesis DNA merupakan teknik untuk memisahkan sampel DNA
berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel yang biasa
digunakan antara lain agarosa. Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan untuk
memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa
(bp).
Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan
bermigrasi melalui matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran
molekulnya, makin rendah laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat
diperkirakan dengan membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-
fragmen molekul DNA standar (DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Visulisasi
DNA selanjutnya dilakukan di bawah paparan sinar ultraviolet setelah terlebih dahulu gel
dalam pembuatannya ditambahkan larutan etidium bromid. Cara lain untuk melihat
visualisasi DNA adalah gel direndam di dalam larutan etidium bromid sebelum dipaparkan
di atas sinar ultraviolet.
TUJUAN
Melakukan elektroforesis gel agarosa untuk melihat keberhasilan pemotongan plasmid
dengan enzim restriksi EcoRI, Pst I, dan HindIII
BAHAN DAN ALAT
1. DNA marker, misalnya DNA λ yang dipotong dengan HindIII
2. Sampel DNA, misalnya :
1. DNA kromosom bakteri,
2. DNA plasmid hasil isolasi (uncut)
3. DNA plasmid hasil restriksi (cut)
3. Agarosa
4. Larutan buffer TAE 50x (242 g tris-base; 57,1 g asam asetat glacial; 100 ml EDTA
0,5 M pH 8; dilarutkan dalam akuades hingga 1000 ml)
5. Akuades
6. Gelas Ukur 1000 ml
12
7. Labu Erlenmeyer 50 ml
8. Tabung mikrosentrifuga
9. Sarung tangan
10. Seperangkat mikropipet beserta tipnya (Bio-Rad dan Axygen Scientific)
11. seperangkat alat elektroforesis
12. Loading dye 6x (0,25% bromophenol blue; 0,25% xylene cyalol; 15% ficoll tipe
4000; EDTA 120 mM)
13. larutan Etidium Bromid (EtBr)
14. UV transluminator
15. Kaca mata UV
16. kamera digital
CARA KERJA
1. Buat 250 ml larutan buffer TAE 1x dengan cara mencamnpurkan 5 ml TAE 50x ke
dalam 245 ml akuades.
2. Buat gel agarosa 1% dengan cara menimbang agarosa 0,2 g untuk dilarutkan ke
dalam bufer TAE 1x hingga volume 20 ml. Larutan agarosa dididihkan hingga larut
sempurna.
3. Siapkan baki gel agarosa, lekatkan selotip di tiap ujung baki gel agarosa (pastikan
bahwa selotip melekat kuat dan tidak ada lubang pada masing-masing ujung baki)
4. Pasang sisir elektroforesis di salah satu ujung baki gel agarosa dengan posisi
hampir menyentuh dasar baki
5. Periksalah suhu larutan agarosa dengan cara menempelkan erlenmeyer ke tangan,
jika suhunya sudah turun hingga sekitar 50-60 0C, tambahkan 1 µl etidium bromid
(PERINGATAN KERAS!!, gunakan sarung tangan karena bersifat karsinogenik).
6. Larutan agarosa dihomogenkan sebentar, kemudian tuangkan larutan ke dalam baki
gel agarosa, biarkan hingga larutan berubah menjadi gel yang padat.
7. ambil sisir dengan hati-hati, lepaskan selotip dari ujung-ujung baki.
8. masukkan baki yang telah berisi gel agarosa ke dalam tangki elektroforesis yang
telah diisi dengan larutan bufer TAE 1x (pastikan bahwa gel terendam seluruhnya
dalam TAE).
9. siapkan sekitar 5 cm kertas parafilm di dekat tangki elektroforesis.
13
10. masukkan 10 µl sampel DNA dan 2 µl loading dye 6x ke dalam sumuran gel
agarosa dengan cara mencampurkan kedua bahan tersebut terlebih dahulu secara
merata pada kertas parafilm menggunakan mikropipet.
11. buatlah catatan mengenai nomor sumuran dan jenis sampel DNA yang dimasukkan.
12. hubungkan kabel dari sumber arus ke tangki elektroforesis (pastikan bahwa kabel
yang tersambung ke kutub negatif berada di dekat sumuran; jika tidak demikian,
ubahlah posisi baki/gel ke arah sebaliknya).
13. nyalakan sumber arus, aturlah volatase dan waktu running hingga diperoleh angka
70 V dan 45 menit dengan cara menekan tombol yang sesuai pada sumber arus.
14. jalankan elektroforesis (lakukan running) dengan cara menekan tombol run pada
sumber arus.
15. elektroforesis akan berhenti apabila waktu yang ditetapkan sudah habis, yang
ditandai oleh adanya bunyi alarm. Matikan sumber arus dan angkatlah baki dari
tangki elektroforesis.
16. keluarkan gel dan letakkan di atas UV transluminator (letakkan selubung kaca
hitam di atas UV transluminator).
17. nyalakan UV transluminator, amati pita-pita DNA yang tervisualisasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
DNA plasmid yang dipotong dan akan digunakan sebagai vektor gen tertentu dari
bakteri lain, harus diuji dulu keberhasilan pemotongannya oleh enzim restriksi. DNA hasil
digesti restriksi divisualisasikan menggunakan teknik elektroforesis. Prinsip kerja
elektroforesis adalah memisahkan molekul- molekul bermuatan listrik berdasarkan atas
ukuran (berat molekul) dan muatan listriknya. Khusus untuk DNA pemisahan dilakukan
berdasarkan ukuran dan konformasi molekulnya dengan menggunakan gel, biasanya
agarosa, poliakrilamid, atau campuran keduanya.
DNA bermuatan listrik negatif sehingga akan berjalan menuju kutub positif (anoda)
pada saat di running. Agarosa gel akan membentuk kerangka lubang-lubang yang
kompleks untuk dilewati molekul DNA menuju elektroda positif. Makin kecil molekul
DNA makin cepat migrasinya melewati gel, sebaliknya makin besar molekul makin lambat
laju migrasinya melewati gel. Komposisi gel juga menentukan ukuran molekul DNA yang
dapat dipisahkan. Lempeng 0,3% agarosa dengan tebal 0,5 cm yang mempunyai lubang
relatif besar digunakan untuk molekul dengan ukuran 5-60 kb, sehingga memungkinkan
misalnya, molekul 30 dan 35 kb dapat dibedakan dengan jelas. Molekul yang jauh lebih
14
kecil (1 hingga 300 bp, RNA misalnya) digunakan gel poliakrilamid 40% yang sangat tipis
(0,3 mm). Dengan gel poliakrilamid ini dapat dibedakan molekul- molekul dengan
perbedaan panjang hanya 1 nukleotida. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat
diperkirakan dengan melihat atau membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi
fragmen-fragmen molekul DNA standard (marker) yang telah diketahui ukurannya,
misalnya menggunakan DNA λ.
Elektroforesis gel agarosa dilakukan menggunakan DNA plasmid pUC19 hasil
restriksi dengan beberapa enzim restriksi, yaitu : HindIII, EcoR1, dan PstI dan DNA
plasmid pUC19 hasil isolasi. Beberapa DNA tersebut dirunning bersama dengan marker
yang berupa DNA λ yang dipotong menggunakan HindIII dengan elektroforesis gel
agarosa dan menghasilkan pita-pita pendaran seperti gambar berikut ini :
Keterangan sumuran (well):1 = Marka berupa DNA λ terpotong hind III2 = K1 (plasmid pUC dipotong HindIII)3 = K2 (plasmid pUC dipotong EcoRI)4 = K3 (plasmid pUC dipotong Pst I)5 = K4 (plasmid pUC dipotong EcoRI)6 = A1 (plasmid pUC dipotong EcoRI)7 = A2 (plasmid pUC dipotong Pst I)8 = A3 (plasmid pUC dipotong HindIII)9 = A4 (plasmid pUC yang tidak dipotong)10 = K1 (plasmid pUC hasil isolasi)11 = K2 (plasmid pUC hasil isolasi)
15
Berdasarkan hasil di atas, dapat diketahui bahwa pita (fragmen) DNA plasmid yang
direstriksi menghasilkan pita-pita yang jelas, kecuali sumuran no. 6. Hal ini terjadi
kemungkinan karena pita DNA pada sumuran no. 6 belum terpotong dengan baik sebelum
di running dengan eletroforesis gel agarosa. Sumuran no. 1 menghasilkan beberapa pita
karena sumuran ini merupakan marker yang merupakan DNA λ dengan HindIII. Sumuran
ke-2 sampai dengan ke-8 adalah DNA plasmid yang dipotong dengan beberapa enzim
restriksi yang berbeda untuk tiap sumuran. Sumuran ke-9 sampai dengan ke-11 adalah
DNA plasmid hasil isolasi. Berdasarkan gambar 2, dapat dinyatakan bahwa DNA dengan
konformasi linier akan lebih lambat runningnya dibandingkan dengan DNA plasmid
dengan konformasi sirkuler. Selain itu, kecepatan running DNA juga ditentukan oleh
jumlah basa pada fragmen DNA. Adapun hasil perhitungan jumlah basa dari DNA pada
praktikum disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 1: Tabel jumlah pasangan basa DNA hasil Elektroforesis Gel Agarosa
bp marke
r
jarak marker
log 10bpunknown distance
m*distance y value unknown bpNo.
Sumuran
23130 14 4,364 53 -1,664 3,074 1186,315 29416 23 3,961 51 -1,601 3,137 1370,882 36557 27 3,817 50 -1,570 3,168 1473,669 44361 37 3,640 51 -1,601 3,137 1370,882 5
57 -1,790 2,949 888,3825 647 -1,476 3,263 1830,628 751 -1,601 3,137 1370,882 858 -1,821 2,917 826,418 960 -1,884 2,854 715,155 1058 -1,821 2,917 826,418 11
Laju migrasi DNA pada gel juga dapat ditentukan oleh konformasi molekulnya.
DNA dengan bentuk covalently closed circular (CCC) akan bergerak paling cepat disusul
berikutnya konformasi open circular (OC), dan yang terakhir bentuk linier. Berdasarkan
hal ini, maka penentuan ukuran suatu fragmen DNA dilakukan pada konformsi linier agar
mudah dibedakan dari DNA yang belum terpotong. Fragmen DNA dengan jumlah basa
lebih banyak memiliki jarak dari sumuran lebih dekat dibandingkan dengan fragmen DNA
dengan jumlah basa yang lebih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran
pasangan basa fragmen DNA maka semakin cepat running fragmen DNA tersebut.
Pada praktikum ini, gel agarosa yang dipakai adalah sebanyak 1% ditambah TAE
20 ml. Setelah dipanaskan hingga agarosa mencair dan ditunggu suhunya sekitar 600 C,
ditambahkan Etidium bromide sebanyak 1 μl. Etidium bromida akan menyisip diantara
16
basa nukleotida sehingga pada saat dipaparkan sinar UV DNA akan berfluoresens sehingga
dapat dilihat secara visual.
Sebelum sampel DNA di running pada gel agarosa, harus ditentukan lebih dahulu
berapa jumlah DNA dan loading dye yang akan dimasukkan ke dalam sumuran. Loading
dye berfungsi memudahkan masuknya DNA ke dalam sumuran gel. Dalam praktikum ini
sample DNA yang dicampurkan adalah 5 μl sedangkan loading dye 6x sebanyak 1 μl
sehingga didapatkan volume final sebanyak 6 μl yang dipipet ke dalam sumuran gel.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa elektroforesis gel
agarosa dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu pembuatan gel agarosa, menyiapkan
sampel DNA yang akan dirunning (sampel DNA tersebut dicampur dengan loading buffer
terlebih dulu pada parafilm), running sampel DNA, DNA yang telah bermigrasi kemudian
dilihat pada transluminator UV.
17
ACARA 4. TRANSFORMASI SEL E. coli JM109
LANDASAN TEORI
Transformasi merupakan teknik transfer molekul DNA ke dalam sel inang bakteri
misalnya bakteri E.coli. Sel E. coli disisipi vektor DNA rekombinan yang disisipkan ke
dalam plasmid. Setelah diinkubasi, sel tersebut akan memperbanyak diri sehingga
jumlahnya menjadi banyak, karena fenotip strain E. coli hasil transforman mengandung
plasmid dan salah satu ciri sel yang disisipi plasmid adalah resisten terhadap antibiotik
(ampisilin), maka untuk mendapatkan sel transforman cukup mudah yaitu dengan
menumbuhkan sel hasil transformasi pada media yang mengandung ampisilin. Strain E.
coli tersebut akan berubah karena mendapatkan gen-gen penyandi baru yang dibawa oleh
molekul DNA tersebut. Apabila vektor DNA rekombinan telah terintegrasi dengan sel
inang maka sel tersebut dapat dikatakan telah ditransformasi. Transformasi merupakan hal
yang penting karena menghasilkan organisme rekombinan sesuai dengan gen yang
disipkan pada vektor. Teknologi ini digunakan dalam usaha memperoleh tanaman yang
tahan terhadap infeksi bakteri, jamur, herbisida.
Transformasi dilakukan dengan menggunakan sel kompeten. Sel kompeten
merupakan sel yang memiliki kemampuan untuk disisipi DNA dari luar. E. coli biasanya
digunakan sebagai sel kompeten.
TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan transformasi pada sel E. coli
BAHAN ADAN ALAT
1. strain E. coli JM 109
2. media LB cair
3. media cawan LB ampisilin dan media cawan LB tanpa ampisilin
4. media cawan LB/Amp/X-Gal/IPTG
5. es batu
6. shaker-incubator
7. termometer
8. Tabung mikrosentrifuga
9. Seperangkat mikropipet beserta tipnya (Bio-Rad dan Axygen Scientific)
10. Microsentrifuga 5415D (Eppendorf)
18
11. pemanas air (water bath) tipe WB-20E (JEIO TECH, Korea)
12. jarum ose
13. batang drugalsky
14. cawan Petri
15. Erlenmeyer
16. shaker-incubator tipe EFM-60 (Seiwa Rico, Ltd.)
17. kamera digital.
CARA KERJA
1. Kultur semalam strain E. coli JM 109 dikultivasi ke media LB cair 25 ml dengan cara
memindahkan satu koloni strain E. coli JM 109 ke media LB cair. Inkubasi di dalam
shaker-incubator dengan kecepatan rotasi 125 rpm pada suhu 37oC selama 16 jam
(semalam).
2. Pindahkan kultur E. coli JM 109 hasil inkubasi semalam ke media LB cair 25 ml
dengan cara mengambil 250 μl kultur E. coli JM 109 ke dalam media LB cair 25 ml,
atau dengan kata lain perbandingan antara volume media dan volume kultur 10:1,
kemudian dilakukan inkubasi dalam shaker-incubator dengan kecepatan rotasi 125 rpm
selama 120 menit (2 jam) pada suhu 37oC.
3. Sebanyak 1,5 ml kultur hasil inkubasi 2 jam diambil dan dimasukkan ke dalam tabung
mikrosentrifuga dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g selama 5
menit.
4. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan ke dalam tabung ditambahkan 500 μl CaCl2
dingin, diresuspensi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g selama 5
menit.
5. Supernatan dibuang kembali dan ke dalam tabung ditambahkan kembali 200 μl CaCl2
dingin, diresuspensi dan diinkubasi dalam es. Dalam perlakuan ini terdapat lima
tabung mikrosentrifuga, dua diantaranya untuk inkubasi 2 jam dan 3 lainnya untuk
inkubasi 16 jam.
6. Tabung mikrosentrifuga hasil inkubasi 2 jam yang masing-masing berisi 200 μl sel
kompeten, salah satunya atau tabung nomor 1 ditambah dengan 10 μl palsmid pUC19
sirkuler, sedangkan tabung nomor 2 tidak ditambah dengan palsmid.
7. Kedua tabung diinkubasi lebih lanjut dalam es selama 20 menit, kemudian diberi kejut
panas (heat-shock) selama 90 detik dengan suhu 42oC dan segera dipindahkan ke dalam
es untuk diinkubasi kembali selama 10 menit.
19
8. Tabung mikrosentrifuga ditambahkan media LB hingga 1 ml setelah inkubasi 10 menit,
dilanjutkan dengan inkubasi dalam shaker-incubator pada suhu 37oC dengan kecepatan
rotasi 150 rpm selama 1,5 jam.
9. Sebanyak 100 μl hasil inkubasi ditumbuhkan dengan cara plating ke media cawan
LB/Amp untuk kedua tabung. Selain itu, sebanyak 50 μl hasil inkubasi pada tabung
nomor 2 ditumbuhkan juga pada media LB tanpa ampisilin. Inkubasi dilakukan selama
16 jam pada suhu 37oC.
10. Sementara itu, ke dalam tabung mikrosentrifuga hasil inkubasi 16 jam yang masing-
masing berisi 200 μl sel kompeten, ditambahkan 10 μl vektor pUC19 sirkuler untuk
penentuan efisiensi transformasi (tabung nomor 3), 2 μl vektor pUC19 rekombinan
(tabung nomor 4) dan tidak ditambahkan apapun (tabung nomor 5).
11. Ketiga tabung mikrosentrifuga diinkubasi lebih lanjut dalam es selama 20 menit dan
diberi kejut panas (heat-shock) selama 90 detik pada suhu 42oC dan segera dipindahkan
ke es untuk diinkubasi kembali selama 10 menit.
12. Tabung mikrosentrifuga selanjutnya ditambahkan dengan media LB hingga 1 ml,
dilanjutkan dengan inkubasi dalam shaker-incubator selama 1,5 jam pada suhu 37oC.
13. Disiapkan media cawan LB/Amp/X-Gal/IPTG dengan cara menambahkan 50 μl X-Gal
dan 100 μl IPTG ke media cawan LB/Amp, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama
lebih kurang 30 menit.
14. Hasil inkubasi tabung nomor 3 ditumbuhkan dengan cara plating ke media cawan
LB/Amp/X-Gal/IPTG sebanyak 100 μl.
15. Tabung nomor 4 disentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g selama 5 menit.
Supernatan dibuang hingga tersisa 100 μl, dan kemudian ditumbuhkan dengan cara
plating ke media LB/Amp/X-Gal/IPTG.
16. Hasil inkubasi pada tabung no.5 ditumbuhkan dengan cara plating ke media cawan
LB/Amp sebanyak 100 μl dan ke media cawan LB sebanyak 50 μl, dilanjutkan dengan
inkubasi selama 16 jam pada suhu 37oC.
17. Untuk cawan yang berisi E. coli dengan pUC19 sirkuler dilakukan penjumlahan koloni
untuk diketahui efisiensi transformasinya.
18. Efisiensi transformasi dihitung dengan cara sebagai berikut
Dimana,
Σkoloni = jumlah koloni putih (dalam cfu)[pUC19] = konsentrasi pUC19 (dalam ng)
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Transformasi pada praktikum ini dilakukan dengan tujuan menyisipkan plasmid
ke dalam sel. Praktikum ini menggunakan sel E. coli sebagai sel kompeten. Sel tersebut
kemudian digunakan untuk transformasi yaitu disisipkannya plasmid ke dalam sel tersebut.
Sel yang telah ditransformasi disebut transforman. Hasil yang diperoleh dari praktikum
transformasi ini adalah koloni E. coli dalam cawan.
Gambar 3. Koloni E. coli hasil transformasi dan koloni E. coli non transformasi dalam cawan.
Koloni E. coli tumbuh pada semua cawan. Cawan pertama berisi media tanpa
ampisilin. Cawan kedua berisi media dengan ampisilin. Cawan ketiga berisi media tanpa
ampisilin. Cawan keempat berisi media dengan ampisilin. Sel yang dikultur pada media –
media tersebut adalah E. coli transforman dan bukan transforman. Sel transforman dikultur
pada media dengan ampisilin dan tanpa ampisilin. Begitu pula sel yang bukan transforman.
E. coli transforman dapat tumbuh di kedua media. Hal ini sesuai dengan teori yang
ada. Sel tersebut mampu tumbuh pada media dengan ampisilin karena di dalam selnya
terdapat plasmid. Keberadaan plasmid di dalam sel E. coli membuat sel tersebut resisten
terhadap antibiotik ampisilin (Lodish et al.).
21
Hasil yang diperoleh untuk sel transforman adalah tumbuh pada kedua cawan
kultur. Pada cawan kultur dengan ampisilin dan tanpa ampisilin, koloni E. coli tumbuh
dengan koloni – koloni kecil dan koloni lebar (TBUD) (Tabel 2.).
Tabel 2. Jumlah koloni sel transforman dan nontransforman pada media kultur.
Jenis SelJumlah koloni pada media
Media + ampisilin Media tanpa ampisilin
E.coli transformasi 40 TBUD
E.coli non transformasi - TBUD
Sel non transformasi merupakan sel yang tidak disisipi plasmid sehingga tidak
dapat tumbuh pada media dengan ampisilin (Lodish et al.). Hasil praktikum menunjukkan
bahwa sel nontransformasi tidak tumbuh pada media dengan ampisilin.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa transformasi yang
dilakukan pada E. coli berhasil.
22
DAFTAR REFERENSI
Brown, T.A; editor: Soemiati Ahmad Muhammad & Praseno. 1991. Pengantar Kloning Gena. Penerbit Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.
Lodish. Berk. Matsudaira. Kaiser. Krieger. Scott. Zipursky. Darnell. Molecular Cell Biology fifth Edition.
Promega Corporation. 2008. Promega Product Information. 2800 Woods Hollow Road, Madison WI 53711-5399, USA.
23