Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DENGAN LAMA WAKTU INVOLUSI UTERUS DI BPS SUHARTINI KECAMATAN
KARANGANYAR KABUPATEN KEBUMEN
Wulan Rahmadhani 1), Hastin Ika Indriyastuti 2), Tri Wijiastuti 3)
INTISARI
Latar Belakang: Berat badan lahir bayi yang semakin besar akan mengakibatkan
rahim membesar secara optimal. Rahim yang besar membutuhkan waktu involusi
yang lebih lama dibandingkan dengan rahim yang kecil.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara berat badan lahir dengan lama
waktu involusi uterus di BPS Suhartini Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Kebumen tahun 2013.
Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian bersifat analitik
observasional dengan desain cross sectional. Analisa data menggunakan bivariat
dengan uji statistik korelasi pearson product moment. Sampel penelitian
sebanyak 37 responden dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai p lebih kecil dari 0,05
(0,014<0,05) yang berarti hipotesis penelitian ini diterima, sehingga berat badan
lahir berhubungan dengan lama waktu involusi uterus.
Kesimpulan: ada hubungan antara berat badan lahir dengan lama waktu involusi
uterus.
Kata Kunci :Berat badan lahir, lama waktu, involusi uterus
LATAR BELAKANG Kematian ibu dan perinatal
merupakan tolok ukur kemampuan
pelayanan kesehatan suatu negara.
Diantara negara ASEAN, Indonesia
mempunyai angka kematian tertinggi
390.000/100.000 dan angka kematian
perinatal 580.000/100.000 persalinan
hidup. Angka kematian ibu (AKI)
bervariasi di berbagai daerah dengan
rentangan 330-700/100.000. Angka
kematian perinatal dengan cepat dapat
dirasakan penurunannya, tetapi AKI
belum banyak terjadi penurunan itu.
Bila persalinan di Indonesia
diperkirakan sebesar 5.000.000 orang
pertahun, maka angka kematian ibu di
Indonesia sekitar 18.000-20.000 orang
atau 53-55 orang perhari atau 25-30
menit, sedangkan angka kematian
perinatal di Indonesia sekitar 29.000
pertahun atau 2.417 perbulan atau 80
perhari atau juga setiap 18 menit
(Manuaba, 2001).
Sebagian besar kematian ibu yang
terjadi saat pertolongan pertama sangat
diperlukan, sehingga masih
mempunyai peluang yang besar untuk
dapat melakukan pertolongan yang
adekuat untuk dapat menghindari atau
menurunkannya (Manuaba, 2001).
Penyebab langsung kematian ibu di
Indonesia, seperti halnya dinegara lain
adalah perdarahan, infeksi dan
eklampsia (Saifuddin, 2006). Masih
rendahnya tingkat pengetahuan ibu
tentang hal-hal yang dilakukan untuk
menjaga kehamilan, persalinan, dan
nifas juga menjadi faktor yang cukup
berpengaruh (Soejono, 2008).
Proses kematian ibu mempunyai
perjalanan yang panjang, sehingga
pencegahannya dapat dilakukan sejak
melakukan antenatal care melalui
pendidikan berkaitan dengan kesehatan
ibu hamil, menyusui dan kembalinya
kesehatan alat reproduksi (Manuaba,
2001). Keadaan diatas memerlukan
perhatian besar, untuk ibu post
partumdiharapkan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang optimal
diharapkan ibu post partum
mendapatkan pemulihan seperti
sebelum melahirkan.
Masa nifas (puerperium) dimulai
setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil dan
berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Saifuddin, 2006). Pada masa ini
terjadi perubahan-perubahan fisiologis
yaitu perubahan fisik, involusiuterus
22 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 8, Juni 2014, 21-32
dan pengeluaran lochea, laktasi atau
pengeluaran air susu ibu, perubahan
sistem tubuh lainnya, dan perubahan
psikis.
Asuhan masa nifas diperlukan
dalam periode ini karena merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya.
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu
akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan dan 50% kematian masa
nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
Dengan pemantauan melekat dan
asuhan pada ibu dan bayi masa nifas
dapat mencegah beberapa kematian ini
(Saifuddin, 2006). Nifas merupakan
proses yang fisiologis, akan tetapi
dengan asuhan dan manajemen yang
kurang tepat dapat menjadikan proses
yang patologis yang dapat
membahayakan keselamatan ibu. Hal
ini karena pada masa nifas sering
terjadi perdarahan post partum
sekunder dan infeksi puerperium
(Soejono, 2008).
Menurut Farrer (2001), involusi
yaitu proses perubahan pada organ-
organ reproduksi. Involusi atau
pengerutan uterusmerupakan suatu
proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat
sekitar 60 gram. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta lahir akibat
kontraksi otot-otot polos uterus
(Ambarwati, 2008).
Menurut Cluett et al, 1997
(Johnson, 2005) involusibelum selesai
sampai akhir puerperium, tetapi
penurunan ukuran dan berat uterus
banyak terjadi pada hari ke-10 periode
pascanatal. Laju involusi bervariasi
dari satu wanita ke wanita lainnya dan
kemajuannya harus dikaji secara
individual. Hal ini dapat dilakukan
dengan mempalpasi uterus melalui
dinding abdomen dan menentukan
apakah terjadi pengecilan ukuran. Hal
ini akan lebih mudah bila setiap
harinya palpasi dilakukan oleh bidan
yang sama.
Setelah persalinan plasenta dan
selaput janin, uterus berada atau tepat
dibawah umbilicus ibu kira-kira 12cm
diatas symphisis pubis, tinggi fundus
menurun kira-kira 1 cm setiap harinya
(Blackburn& Loper, 1992 cit Johnson,
2005). Satu minggu setelah persalinan
tinggi fundus dapat dipalpasi kira-kira
5 cm di atas symphisis pubis. Dua
minggu setelah persalinan tinggi
fundus biasanya tidak dapat dipalpasi
diatas symphisis pubis. (Sweeat, 1997
cit Johnson, 2005).
Wulan Rahmadhani, Hastin Ika Indriyastuti, Tri Wijiastuti, Hubungan Antara Berat Badan… 23
Masa neonatus merupakan masa
kritis dari kehidupan bayi, dua pertiga
kematian bayi terjadi dalam 4 minggu
setelah persalinan dan 60% kematian
bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7
hari setelah lahir. Dengan pemantauan
melekat dan asuhan pada bayi masa
nifas dapat mencegah beberapa
kematian ini (Saifuddin, 2006).
Penyebab kematian bayi yaitu asfiksia,
infeksi, berat badan lahir rendah
(BBLR), trauma persalinan, dan cacat
bawaan (Manuaba, 2001).
Berat badan bayi lahir (BBBL)
merupakan salah satu tolok ukur
keberhasilan program kesehatan
sehingga sangat diharapkan BBBL ≥
2,5 kg yang dipandang sebagai BBBL
normal. Salah satu cara untuk menilai
kualitas bayi adalah dengan mengukur
berat bayi pada saat lahir. Seorang ibu
hamil akan melahirkan bayi yang sehat
bila tingkat kesehatan dan gizinya
berada pada kondisi yang baik. Berat
badan lahir bayi yang semakin besar
akan mengakibatkan rahim membesar
secara optimal. Rahim yang besar
membutuhkan waktu involusi yang
lebih lama dibandingkan dengan rahim
yang kecil.
Berdasarkan hasil studi
pendahuluan di BPS Suhartini
Kecamatan Karanganyar jumlah ibu
bersalin tahun 2009 sebanyak 185
dengan rata-rata setiap bulan 15 ibu
bersalin. Dari hasil pengamatan
tanggal 11 Desember 2009 didapatkan
keterangan bahwa ibu yang melahirkan
bayi dengan berat badan 4350 gram
pada hari ketujuh post partum tinggi
fundus uteri mencapai 12 cm,
sedangkan pada ibu yang melahirkan
bayi dengan berat badan 3200 gram
pada hari ketujuh post partum tinggi
fundus uteri mencapai 10 cm. Proses
involusi pada ibu post partum biasanya
tidak begitu diperhatikan jika ibu post
partum sudah pulang ke rumahnya,
untuk itu peneliti ingin mengetahui
proses involusi pada hari ke tujuh post
partum dengan mengukur tinggi fundus
uteri. Berdasarkan hal tersebut, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul: ”Hubungan antara berat
badan lahir dengan lama waktu
involusi uterus di Bidan Praktik Swasta
(BPS) Suhartini Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Kebumen
tahun 2013”.
24 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 8, Juni 2014, 21-32
TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan
antara berat badan lahir dengan lama
waktu involusi uterus di BPS Suhartini
Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Kebumen tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari
penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui berat badan lahir
bayi di BPS Suhartini Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Kebumen
tahun 2013.
b. Untuk mengetahui lama waktu
involusi uterus pada ibu post partum
di BPS Suhartini Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Kebumen
tahun 2013.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan
bersifat analitik observasional. Dengan
rancangan penelitian cross sectional
(potong lintang).
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua ibu post partum di BPS
Suhartini sebagai subjek penelitian.
Jumlah ibu bersalin di BPS Suhartini
pada tahun 2009 sejumlah 185 orang.
Teknik pengambilan sampel
adalah dengan purposive sampling.
Sampel dalam penelitian ini adalah
semua ibu post partum di BPS
Suhartini yang memenuhi criteria
inklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian
ini adalah :
1) Persalinan spontan
2) Ibu post partum primipara sebelum
hari ketujuh post partum
3) Ibu post partum multipara hari
ketujuh post partum
4) Ibu post partum yang bersedia
menjadi responden
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah :
1) Ibu post partum dengan komplikasi;
gangguan psikis, diabetes melitus,
hipertensi, danperdarahan
2) persalinan dengan tindakan (SC)
3) Kehamilan ganda
Pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah 20% dari jumlah
populasi sebanyak 185 yaitu 37
responden.
Analisa data, pada analisis
univariat, data yang diperoleh dari
hasil pengumpulan dapat disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Analisis bivariat dilakukan dengan
Wulan Rahmadhani, Hastin Ika Indriyastuti, Tri Wijiastuti, Hubungan Antara Berat Badan… 25
membuat tabel untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara variabel
terikat dan variabel bebas. Statistik
yang digunakan adalah (uji korelasi
pearson product moment).
HASIL 1. Karakteristik reponden
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu Post Partum di BPS Suhartini Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen Tahun 2013
Umur Frekuensi Persentase
(%)
< 20 tahun 1 2,7
20-35 tahun 31 83,7
>35 tahun 5 13,5
Total 37 100,0
Umur ibu post partum di BPS
Suhartini Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Kebumen, dengan
persentasi tertinggi pada umur 20-35
tahun dengan jumlah 31 orang (83,7%)
sedangkan terendah pada umur < 20
tahun dengan jumlah 1 orang (2,7 %).
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi
berdasarkan pendidikan Ibu Post
Partum di BPS Suhartini Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Kebumen
Tahun 2013
Pendidikan Frekuensi Persen- tase (%)
SD 12 32,4 SMP 10 27,0 SMA 13 35,2 Perguruan tinggi
2 5,4
Total 37 100,0
Pendidikan ibu post partum di
BPS Suhartini KecamatanKaranganyar
Kabupaten Kebumen, dengan
persentasi tertinggi pada pendidikan
SMA dengan jumlah 13 orang (35,2%)
sedangkan terendah pada pendidikan
perguruan tinggi dengan jumlah 2
orang (5,4 %).
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan berat badan lahir di BPS Suhartini Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen Tahun 2013.
Berat badan
lahir
(gram)
Frekuensi Persentase
(%)
< 2500 3 8,1
2500-3500 31 83,8
>3500 3 8,1
Total 37 100,0
Berat badan lahir bayi di BPS
Suhartini Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Kebumen, dengan
persentasi tertinggi pada berat lahir
2500-3500 dengan jumlah 31 bayi
26 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 8, Juni 2014, 21-32
(83,8%) sedangkan terendah pada
berat lahir < 2500 gr dengan jumlah 3
bayi (8,1 %).
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi berdasarkan Tinggi Fundus uteriIbu Post Partum di BPS Suhartini Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen Tahun 2013
Lama waktu
involusi
uterus
Frekuensi Persentasi (%)
cepat 0 0 normal 3 8,1 lama 34 91,9 Total 37 100,0
Lama waktu involusi uterus ibu
post partum di BPS Suhartini
Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Kebumen, dengan persentasi tertinggi
yaitu kategori lama dengan jumlah 34
orang (91,9%) sedangkan terendah
pada kategori cepat dengan jumlah 0
orang (0 %).
2. Hubungan antara berat badan lahir
dengan lama waktu involusi uterus
Untuk mengetahui hasil analisis
bivariat tentang hubungan antara berat
badan lahir dengan lama waktu
involusi uterus di BPS Suhartini
Kecamatan Karanganyar, Kabupaten
Kebumen dengan Uji korelasi pearson
product moment dengan menggunakan
komputerisasi program SPSS.
Tabel 4.5 Hubungan antara berat badan lahir dengan lama waktu involusi uterus
Variabe
l
Mea
n
SD r P
Berat
badan
lahir
3055
,4
471,
37
0,4
02
0,01
4
Lama
waktu
involusi
8,17 2,14
Dari hasil uji korelasi pearson
product moment maka didapatkan
mean dari berat badan lahir yaitu
3055,4 dan mean lama waktu involusi
uterus adalah 8,17 dengan standar
deviasi 471,37. Berdasarkan hasil
pengolahan data dapat diketahui bahwa
r = 0,402 sedangkan p = 0,014 dengan
p < 0,05 berarti ada hubungan antara
berat badan lahir dengan lama waktu
involusi uterus di BPS Suhartini
Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Kebumen.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang
telah disajikan dalam bentuk tabel dan
narasi diatas, setiap variabel dan
hubungan antar variabel akan dibahas
Wulan Rahmadhani, Hastin Ika Indriyastuti, Tri Wijiastuti, Hubungan Antara Berat Badan… 27
secara lebih terperinci, yaitu sebagai
berikut :
1. Berat Badan Lahir di BPS Suhartini Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen
Setiap bayi lahir pasti ditimbang
karena untuk mengetahui berat badan
lahir bayi dan menentukan bayi
tersebut termasuk kategori berat lahir
rendah, normal atau besar. Berdasarkan
hasil penelitian ini dapat diketahui
bahwa persentasi tertinggi pada berat
lahir antara 2500-3500 gram dengan
jumlah 31 bayi (83,8%) sedangkan
terendah pada berat lahir < 2500 gram
dengan jumlah 3 bayi (8,2 %).
Menurut (Varney, dkk, 2002)
Berat badan lahir dapat dibagi menjadi
kategori yaitu: berat lahir rendah yaitu
bayi baru lahir dengan berat kurang
dari 2500 gram, berat lahir normal
yaitu bayi baru lahir bila berat antara
2500-3500 gram, berat lahir besar yaitu
bayi baru lahir bila berat lahir lebih
dari 3500 gram. Menurut (Admin,
2008) Normalnya, berat badan (BB)
bayi baru lahir harus mencapai 2.500
gram. Tidak terlalu besar, juga tidak
terlalu kecil. Sebab kalau terlalu kecil,
dikhawatirkan organ tubuhnya tidak
dapat tumbuh sempurna sehingga dapat
membahayakan bayi sendiri.
Sebaliknya, terlalu besar juga
ditakutkan sulit lahir dengan jalan
normal dan meskipun lewat operasi
sesar.
Menurut Shelov (2005), faktor -
faktor yang mempengaruhi berat badan
lahir yaitu : lama kehamilan sebelum
persalinan, ukuran orang tua,
komplikasi selama kehamilan, nutrisi
selama kehamilan, ibu merokok atau
minum-minuman beralkohol atau
menggunakan obat terlarang selama
kehamilan.
2. Lama Waktu Involusi Uterus di BPS Suhartini Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen
Involusi atau pengerutan uterus
merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil
dengan berat sekitar 60 gram
(Ambarwati, 2008). Involusiuteri dari
luar dapat diamati yaitu dengan
mengukur fundusuteri.
Menurut Blackburn & Loper,
(1992) dalam (Johnson, 2005), setelah
persalinan plasenta dan selaput janin,
uterus berada atau tepat dibawah
umbilicus ibu kira-kira 12cm diatas
symphisispubis, tinggi fundus menurun
kira-kira 1 cm setiap harinya. Satu
minggu setelah persalinan tinggi
28 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 8, Juni 2014, 21-32
fundus dapat dipalpasi kira-kira 5 cm
di atas symphisispubis.
Menurut Ambarwati (2008),
involusiuteri dari luar dapat diamati
yaitu dengan memeriksa fundusuteri
dengan cara : segera setelah persalinan,
tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat,
12 jam kemudian kembali 1 cm diatas
pusat dan menurun kira-kira 1 cm
setiap hari. Pada hari kedua setelah
persalinan tinggi fundus uteri 1 cm
dibawah pusat. Pada hari 3-4 tinggi
fundusuteri 2 cm dibawah pusat. Pada
hari 5-7 tinggi fundus uteri setengah
pusat symphisis.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui bahwa tinggi fundus uteri ibu
post partum di BPS Suhartini
Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Kebumen, dengan persentasi tertinggi
yaitu lama dengan jumlah 34 orang
(91,9%) sedangkan terendah pada
cepat dengan jumlah 0 orang (0 %).
3. Hubungan antara Berat Badan Lahir dengan Lama Waktu Involusi Uterus di BPS Suhartini Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen
Hasil penelitian ini ada hubungan
antara berat badan lahir dengan lama
waktu involusi uterus, hal ini dapat
dilihat bahwa dalam penghitungan
dengan menggunakan SPSS dapat
diketahui bahwa p lebih kecil dari 0,05
(0,014<0,05) yang berarti hipotesis
penelitian ini diterima (Ho ditolak dan
Ha diterima).
Menurut Seidel, dkk (1995) dalam
(Bobak, L, 2005) pembesaran uterus
disebabkan oleh tekanan mekanis
akibat pertumbuhan dan perkembangan
janin yang semakin membesar.
Menurut Cunningham, dkk (1993)
dalam (Bobak, L, 2005) selain
bertambah besar, uterus juga
mengalami perubahan berat, bentuk,
dan posisi.
Menurut Blackburn & Loper
(1992) dalam (Myles, 2009) dinding –
dinding otot menguat dan menjadi
elastis (dapat membesar dan meregang)
untuk mengakomodasi janin yang
sedang berkembang didalam rahim dan
memungkinkan terjadinya involusi
uterus setelah kelahiran. Menurut
Walsh (2008) setelah melahirkan, otot-
otot uterus bekerja mengontrol
perdarahan dan mengalami involusi
sampai akhirnya kembali mendekati
keadaan sebelum hamil, sehingga
dengan adanya perkembangan janin
didalam rahim yang semakin besar,
maka menyebabkan adanya regangan
otot yang berlebihan sehingga proses
Wulan Rahmadhani, Hastin Ika Indriyastuti, Tri Wijiastuti, Hubungan Antara Berat Badan… 29
pengembalian rahim ke kondisi semula
akan lebih lama. Selain dipengaruhi
oleh berat badan lahir, faktor-faktor
yang mempengaruhi involusiuterus
yaitu:status gizi, paritas, menyusui,
ambulasi dini (mobilisasi), usia,
infeksi, dan seksio sesaria.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan dan telah dibahas maka
disimpulkan bahwa :
1. Berat badan lahir bayi di BPS
Suhartini Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Kebumen, dengan
persentasi tertinggi pada berat lahir
2500-3500 dengan jumlah 31 bayi
(83,8%) sedangkan terendah pada
berat lahir < 2500 gr dengan jumlah 3
bayi (8,1 %).
2. Lama waktu involusiuterus
pada hari ketujuh di BPS Suhartini
Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Kebumen, dengan persentasi tertinggi
yaitu kategori lama dengan jumlah 34
orang (91,9%) sedangkan terendah
pada kategori cepat dengan jumlah 0
orang (0 %).
3. Ada hubungan antara berat
badan lahir dengan lama waktu
involusi uterus di BPS Suhartini
Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Kebumen tahun 2013.
SARAN 1. Bagi Ibu Post Partum
Pada ibu post partum hendaknya tidak
menghindari makanan tertentu karena
status gizi akan mempercepat proses
involusi uterus, dan hendaknya
melakukan senam nifas.
2. Bagi Bidan
Sebaiknya melakukan kunjungan ulang
pada ibu post partum sesuai dengan
program pemerintah paling sedikit 4
kali kunjungan masa nifas untuk
mencegah, mendeteksi, dan menangani
masalah-masalah yang terjadi dalam
masa nifas dan untuk lebih memantau
proses involusi uterus melalui
pengukuran tinggi fundus uteri, serta
mengajarkan senam nifas untuk
mempercepat proses involusi uterus.
3. Bagi Peneliti
Agar dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan, menambah wawasan dan
sebagai bahan penerapan ilmu yang
telah didapat selama kuliah.
DAFTAR PUSTAKA Admin, 2008. Berat Badan Bayi
Kurang. http://bayidananak.com/ 2008/11/19/berat-badan-bayi-kurang/.
30 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 8, Juni 2014, 21-32
Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Utama.
Arief, 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika.
Arikunto.2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta :Rineka Cipta.
Ambarwati, 2008.Asuhan Kebidanan Nifas.Jogjakarta :Mitra Cendikia Press.
Bobak, dkk, 2004. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Cunningham, dkk, 2005. Obstetri Williams edisi 21. Jakarta : EGC.
Diane, M, dkk, 2009. Buku Ajar Bidan Myles Edisi 14. Jakarta : EGC.
Farrrer, H. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Hidayat, A.A. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
Johnson, R. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC.
Lusa, 2009. Upaya Memperbanyak ASI.http://www.lusa.web.id/upaya-memperbanyak-asi/#more-555.
Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC.
Maemunah, 2004. Pengaruh Tingkat Konsumsi Beberapa Zat Gizi dan Kenaikan Berat Badan Ibu Hamil Terhadap Berat Badan Lahir Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sindang Laut Kecamatan Lemah Abang Cirebon Jawa Barat. Jakarta:Pusat Data Jurnal dan Skripsi.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam, P. 2001. Pendekatan Metodologi Riset. Jakarta : Infomedika.
Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika.
Prawirohardjo, 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP.
Saifuddin, A.B. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBPSP.
Saryono, 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta : Mitra Cedikia Press.
Shelov, S. 2005. Panduan Lengkap Perawatan Untuk Bayi Dan Balita. Jakarta : Arcan.
Wulan Rahmadhani, Hastin Ika Indriyastuti, Tri Wijiastuti, Hubungan Antara Berat Badan… 31
Siswono, 2001. Berat Lahir Tentukan Kecerdasan Anak. http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid998890110,17393.
Soejono, 2008. Insidensi Anemia Kehamilan, Faktor yang Mempengaruhi dan Pengaruhnya Terhadap Terjadinyakomplikasi Kehamilan, Persalinan, dan Nifas Available On Line On. http://fransis.wordpress.com.
Solahuddin, G. 2009. Resiko bayi lahir besar. http://balitakuartikel. blogspot.com/2009/07/risiko-bayi-lahir-besar.html.
Surasmi, A.2003.Perawatan Bayi Resiko.Jakarta : EGC.
Varney, dkk, 2002. Buku Saku Bidan.Jakarta : EGC.
Varney, dkk, 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC.
Walsh, L, V, 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC.
Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1 Tahun. Jakarta : Puspa Swara.
32 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 8, Juni 2014, 21-32