20
Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang Mengandung Fitosom Ekstrak Biji Lengkeng (Dimocarpus longan Lour) Menggunakan Eksipien Koproses Kasein – Xanthan Gum Noorviana Farmawati, Effionora Anwar, Azizahwati Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia E-mail : [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sediaan serum yang mengandung ekstrak biji lengkeng sebagai penghambat tirosinase dalam bentuk fitosom dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum sebagai basis. Koproses eksipien yang digunakan adalah kasein dan xanthan gum dengan perbandingan 5:1 yang bertujuan untuk memperoleh viskositas serum yang diinginkan. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH dan uji penghambatan aktivitas tirosinase untuk mengetahui nilai IC 50 dari ekstrak biji lengkeng. Nilai IC 50 dari ekstrak biji lengkeng sebagai antioksidan adalah 6,566 µg/mL dan sebagai penghambat tirosinase adalah 1777,373 µg/mL. Ekstrak biji lengkeng diinkorporasikan dalam bentuk fitosom dan dihasilkan fitosom dengan nilai efisiensi penjerapan sebesar 65,54% serta ukuran diameter partikel yaitu 382,59 nm. Fitosom yang telah terbentuk lalu diformulasikan dalam sediaan serum yang mengandung eksipien koproses kasein dan xanthan gum. Koproses kasein – xanthan gum memiliki kemampuan mengembang yang cukup baik dengan viskositas yang tidak terlalu kental. Sediaan serum diformulasikan menggunakan eksipien koproses kasein – xanthan gum dengan konsentrasi 3% lalu diuji stabilitas fisik serta cycling test dan terbukti stabil. Dapat disimpulkan bahwa sediaan serum dengan koproses kasein dan xanthan gum sebagai eksipien yang mengandung fitosom ekstrak biji lengkeng merupakan sediaan yang dapat digunakan sebagai kosmetik. Kata Kunci : ekstrak etanol biji lengkeng, fitosom, koproses kasein – xanthan gum, penghambat tirosinase, serum Formulation of Serum for Tyrosinase Inhibition Containing Phytosome of Longan Seed Extract (Dimocarpus longan Lour.) Using Coprocessed of Casein - Xanthan Gum as Excipient Abstract This study was intended to formulate serum containing phytosome of longan seed extract as tyrosinase inhibitor using coprocessed casein and xanthan gum as a base. Coprocessed of casein and xanthan gum with ratio of 5:1 was chosen to obtain viscosity of serum as desired. Radical scavenging DPPH and tyrosinase inhibitor activity was used to determine IC 50 value from longan seed extract. IC 50 value of longan seed extract as antioxidant is 6.566 µg/mL dan as tyrosinase inhibitor is 1777.373 µg/mL. Longan seed extract was incorporated into phytosome and the entrapment efficiency is 65.54% with diameter particle size 382.59 nm. Phytosome was formulated into serum containing coprocessed of casein and xanthan gum as excipient. Coprocessed casein – xanthan gum had good enough swelling index with low viscosity. Serum as formulated using 3% of coprocessed casein – xanthan gum and showed stable condition after physical stability test and cycling test. Therefore, the conclusion is the serum using coprocessed of casein and xanthan gum as excipient and containing phytosome of longan seed extract had good characteristic to be applied as cosmetic. Keywords : coprocessed casein –xanthan gum, longan seed extract, phytosome, serum, tyrosinase inhibitor Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang Mengandung Fitosom Ekstrak Biji Lengkeng (Dimocarpus longan Lour) Menggunakan

Eksipien Koproses Kasein – Xanthan Gum

Noorviana Farmawati, Effionora Anwar, Azizahwati

Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia

E-mail : [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sediaan serum yang mengandung ekstrak biji lengkeng sebagai penghambat tirosinase dalam bentuk fitosom dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum sebagai basis. Koproses eksipien yang digunakan adalah kasein dan xanthan gum dengan perbandingan 5:1 yang bertujuan untuk memperoleh viskositas serum yang diinginkan. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH dan uji penghambatan aktivitas tirosinase untuk mengetahui nilai IC50 dari ekstrak biji lengkeng. Nilai IC50 dari ekstrak biji lengkeng sebagai antioksidan adalah 6,566 µg/mL dan sebagai penghambat tirosinase adalah 1777,373 µg/mL. Ekstrak biji lengkeng diinkorporasikan dalam bentuk fitosom dan dihasilkan fitosom dengan nilai efisiensi penjerapan sebesar 65,54% serta ukuran diameter partikel yaitu 382,59 nm. Fitosom yang telah terbentuk lalu diformulasikan dalam sediaan serum yang mengandung eksipien koproses kasein dan xanthan gum. Koproses kasein – xanthan gum memiliki kemampuan mengembang yang cukup baik dengan viskositas yang tidak terlalu kental. Sediaan serum diformulasikan menggunakan eksipien koproses kasein – xanthan gum dengan konsentrasi 3% lalu diuji stabilitas fisik serta cycling test dan terbukti stabil. Dapat disimpulkan bahwa sediaan serum dengan koproses kasein dan xanthan gum sebagai eksipien yang mengandung fitosom ekstrak biji lengkeng merupakan sediaan yang dapat digunakan sebagai kosmetik. Kata Kunci : ekstrak etanol biji lengkeng, fitosom, koproses kasein – xanthan gum, penghambat

tirosinase, serum

Formulation of Serum for Tyrosinase Inhibition Containing Phytosome of Longan Seed

Extract (Dimocarpus longan Lour.) Using Coprocessed of Casein - Xanthan Gum as Excipient

Abstract

This study was intended to formulate serum containing phytosome of longan seed extract as tyrosinase inhibitor using coprocessed casein and xanthan gum as a base. Coprocessed of casein and xanthan gum with ratio of 5:1 was chosen to obtain viscosity of serum as desired. Radical scavenging DPPH and tyrosinase inhibitor activity was used to determine IC50 value from longan seed extract. IC50 value of longan seed extract as antioxidant is 6.566 µg/mL dan as tyrosinase inhibitor is 1777.373 µg/mL. Longan seed extract was incorporated into phytosome and the entrapment efficiency is 65.54% with diameter particle size 382.59 nm. Phytosome was formulated into serum containing coprocessed of casein and xanthan gum as excipient. Coprocessed casein – xanthan gum had good enough swelling index with low viscosity. Serum as formulated using 3% of coprocessed casein – xanthan gum and showed stable condition after physical stability test and cycling test. Therefore, the conclusion is the serum using coprocessed of casein and xanthan gum as excipient and containing phytosome of longan seed extract had good characteristic to be applied as cosmetic. Keywords : coprocessed casein –xanthan gum, longan seed extract, phytosome, serum,

tyrosinase inhibitor

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 2: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Pendahuluan

Kosmetik telah berkembang menjadi berbagai bentuk sediaan yang bertujuan untuk

meningkatkan kenyamanan bagi penggunanya. Salah satu dari berbagai bentuk sediaan

kosmetik yang telah berkembang akhir – akhir ini adalah serum. Serum merupakan gel

dengan viskositas yang lebih rendah. Serum memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan efek

yang lebih nyaman dan lebih mudah menyebar di permukaan kulit karena viskositasnya yang

tidak terlalu tinggi. Untuk memperoleh basis serum dengan viskositas yang sesuai dapat

dilakukan melalui proses modifikasi eksipien. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam

modifikasi eksipien yaitu koproses yang merupakan modifikasi eksipien secara fisik antara

dua atau lebih eksipien tanpa melalui perubahan kimia. Metode koproses bertujuan untuk

memperoleh sifat yang diinginkan antar komponen eksipien dan menutupi kekurangan dari

masing – masing komponen.

Pada penelitian ini digunakan eksipien kasein dan xanthan gum yang dimodifikasi

melalui koproses. Pemilihan kasein dan xanthan gum dalam formulasi serum bertujuan untuk

memperoleh basis serum dengan viskositas yang tidak terlalu kental serta stabil dalam

penyimpanan dan pemakaian. Kasein merupakan polimer yang tersusun atas berbagai macam

asam amino yang dapat berfungsi sebagai pengental dengan sifat hidrofilisitas yang tinggi,

kompatibilitas yang baik dan tidak toksik namun memiliki viskositas yang rendah (Elzoghby,

Fotoh, dan Elgindy, 2011). Xanthan gum merupakan gum polisakarida yang memiliki struktur

heliks ganda yang membentuk struktur tiga dimensi dan dapat mengabsorbsi sejumlah air

sehingga dapat meningkatkan viskositas (Anwar, 2012). Oleh karena itu, dalam penelitian ini

kasein dikoproses dengan xanthan gum untuk memperoleh viskositas yang tidak terlalu tinggi

namun tidak terlalu rendah sehingga menghasilkan serum yang mudah dalam aplikasinya.

Sediaan serum yang dibuat mengandung zat aktif yaitu ekstrak biji lengkeng yang

diformulasikan dalam bentuk fitosom sebagai pembawa. Ekstrak biji lengkeng dapat

menghambat kerja tirosinase dengan nilai IC50 sebesar 2,9 mg/mL (Rangkadilok,

Sitthimonchai, Worasyttayangkurn, Mahidol, Ruchirawat, dan Satayavivad, 2006).

Tirosinase merupakan enzim yang berfungsi dalam mengkatalisis dua reaksi utama dalam

melanogenesis yaitu hidroksilasi dari L-tirosin menjadi L-DOPA dan oksidasi L-DOPA

menjadi dopakuinon (Gillbro dan Olsson, 2011), sehingga dapat mencegah pembentukan

melanin yang berperan dalam proses penggelapan kulit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rangkadilok, Sitthimonchai,

Worasyttayangkurn, Mahidol, Ruchirawat, dan Satayavivad (2006) terhadap buah lengkeng

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 3: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

diketahui bahwa biji lengkeng mengandung beberapa senyawa kimia seperti asam elagat,

asam galat, dan korilagin yang memiliki aktivitas sebagai penghambat tirosinase sehingga

dapat dimanfaatkan sebagai pencerah kulit. Oleh karena itu, pada penelitian ini, ekstrak biji

lengkeng diformulasikan dalam bentuk serum yang sebelumnya dibuat fitosom sebagai

vesikel pembawa. Fitosom merupakan teknologi untuk menginkorporasikan ekstrak tanaman

yang terstandardisasi dalam fosfolipid untuk membentuk kompleks molekuler yang

kompatibel dengan lipid (Sindhumol, Thomas, dan Mohanachandran, 2010).

Fitosom dapat diaplikasikan dalam sediaan kosmetik karena sifatnya yang lipofilik

sehingga dapat meningkatkan absorpsi topikal dari senyawa tanaman yang bersifat hidrofilik

(Bombardelli, Cristoni, dan Morqzzoni, 1994) dan dapat digunakan sebagai vesikel pembawa

dari ekstrak biji lengkeng yang bersifat polar. Selain itu, fitosom dapat digunakan untuk

membantu senyawa polar yang tidak dapat berdifusi secara pasif untuk melewati membran

biologis yang kaya akan lipid (Jain, Gupta, Thakur, Jain, Banweer, Jain, dan Jain, 2010).

Fitosom yang digunakan dalam penelitian ini akan diformulasikan dalam bentuk serum

dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum. Eksipien serum yang merupakan koproses

kasein – xanthan gum yang dihasilkan akan dikarakterisasi secara fisik, kimia, dan fungsional

dengan menggunakan zat aktif yaitu fitosom ekstrak biji lengkeng. Serum kemudian

dievaluasi dan diuji stabilitasnya untuk membuktikan bahwa serum yang dihasilkan dapat

diaplikasikan sebagai sediaan kosmetik.

Tinjauan Teoritis Lengkeng ( Dimocarpus longan Lour )

Bagian tanaman yang digunakan adalah biji. Biji lengkeng (Dimocarpi longan Semen)

merupakan biji yang telah dipisahkan dari buahnya (Rangkadilok, Sitthimonchai,

Worasyttayangkurn, Mahidol, Ruchirawat, dan Satayavivad, 2006). Biji lengkeng banyak

mengandung senyawa fenolik seperti asam galat, asam elagat, korilagin, monogaloil-glukosa,

monogaloil-diglukosa, digaloil-diglukosa, penta- hingga heptagaloil-glukosa, galoil-HHDP

(heksahidroksidifenol)-glukopiranosa, pentagaloil-HHDP-glukopiranosa, dimer prosianidin

tipe A, prosianidin B2, dan kuersetin 3-O-rhamnosida. Ekstrak air dari biji lengkeng memiliki

akivitas sebagai antioksidan dengan nilai SC50 antara 10,8 – 77,3 µg/mL dan penghambat

tirosinase dengan nilai IC50 sebesar 2900 µg/mL. Hal tersebut disebabkan oleh adanya

kandungan tiga polifenol utama yang terdapat di dalam biji lengkeng yaitu asam elagat, asam

galat, dan korilagin (Rangkadilok, Sitthimonchai, Worasyttayangkurn, Mahidol, Ruchirawat,

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 4: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

dan Satayavivad, 2006). Ketiga senyawa tersebut memiliki kemampuan untuk mengkelasi ion

tembaga yang terdapat pada pusat aktif tirosinase sehingga menyebabkan enzim tersebut tidak

bekerja (Tanaka, 2001).

Fitosom

Fitosom merupakan vesikel pembawa untuk menginkorporasikan ekstrak tanaman

yang larut air ke dalam fosfolipid untuk menghasilkan kompleks molekular lipid. Sebagian

besar ekstrak tanaman bersifat polar. Senyawa polar tersebut sukar diabsorpsi karena ukuran

molekul yang besar sehingga tidak dapat diabsorpsi melalui difusi pasif atau kelarutan dalam

lemak yang rendah sehingga menghambat kemampuan senyawa tersebut untuk melewati

membran biologis yang kaya akan lipid. Oleh karena itu, fitosom dapat meningkatkan

absorbsi dan penetrasi untuk obat maupun kosmetik (Jain, et al., 2010 )

Fitosom dihasilkan dari reaksi antara fosfolipid seperti fosfatidilkolin. Bagian kepala

dari fitosom berikatan dengan senyawa dari tanaman sedangkan bagian badan dan ekor akan

menyelubungi bagian kepala yang berikatan dengan senyawa dari tanaman. Fitokonstituen

yang dihasilkan merupakan kompleks lipid molekuler dengan fosfolipid, sehingga disebut

juga sebagai kompleks fito-fosfolipid.

Kasein

Kasein merupakan protein utama di dalam susu dengan konsentrasi 80% dari protein

total (Ghosh, Ali, & Dias, 2009). Kasein merupakan protein berbentuk gulungan yang tidak

memiliki struktur sekunder maupun tersier. Kasein kaya akan asam amino prolin dengan

struktur terbuka protein rheomorfik yang memiliki perbedaan antara bagian hidrofobik dan

hidrofilik. Terdapat empat jenis kasein terfosforilasi antara lain αs1-CN, αs2-CN, dan β-CN,

dan κ-CN yang memiliki pusat residu serin-fosfat untuk sekuestrasi kalsium ( Elzoghby,

Fotoh, & Elgindi, 2009). Kasein dapat diperoleh secara fraksinasi tradisional dengan

mensentrifus untuk memisahkan krim yang diikuti dengan presipitasi kasein dari susu skim

pada pH 4,6 untuk memperoleh presipitat yang kaya akan kasein dan serum yang

mengandung protein whey. Kaseinat diperoleh dengan melarutkan kembali presipitat kasein

asam dengan larutan alkali hingga dicapai pH 6,7 kemudian dikeringkan. (Livney, 2009).

Salah satu aplikasi kasein dalam sediaan farmasetik yaitu sebagai hidrogel karena memiliki

sifat hidrofilisitas yang tinggi, toksisitas yang rendah, biokompatibilitas yang baik, dan

memiliki bagian reaktif yang dapat digunakan untuk modifikasi secara kimia dalam

membentuk struktur hidrogel ( Elzoghby, Fotoh, & Elgindi, 2009).

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 5: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Xanthan Gum

Xanthan gum merupakan gum polisakarida dengan berat molekul yang besar yang

terdapat dalam garam natrium, kalium, ataupun kalsium. Xanthan gum mengandung unit

berulang dari lima residu gula yaitu dua D-glukosa, dua D-manosa, dan satu asam D-

glukoronat. Struktur yang rapat dari rantai polimer terdapat dalam larutan sebagai heliks

tunggal, ganda, ataupun rangkap tiga yang berinteraksi dengan molekul xanthan gum yang

lain untuk membentuk kompleks dengan ikatan jaringan yang longgar (Rowe, Sheskey, dan

Quinn, 2009). Xanthan gum banyak digunakan dalam bidang farmasi sebagai pembentuk gel,

pengental, penstabil, dan pensuspensi (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009). Xanthan gum

mudah larut dalam ar dingin ataupun panas yang selanjutnya heliks ganda tersebut dapat

membentuk struktur tiga dimensi yang mengabsorpsi sejumlah air sehingga meningkatan

viskositas secara tajam. Penggunaan xanthan gum sebagai pengental yaitu 0,5 – 1% (Anwar,

2012).

Koproses

Koproses merupakan proses modifikasi antara dua eksipien atau lebih secara fisik

tanpa terjadi perubahan secara kimiawi. Pada koproses terbentuk interaksi pada tingkat

subpartikel yang menghasilkan sinergisme sifat fungsional yang diharapkan dan menutupi

kekurangan dari sifat masing – masing eksipien. Koproses dilakukan dengan

menginkorporasikan satu eksipien ke dalam struktur partikel dari eksipien lain yang

dikombinasikan dalam tingkat partikel. Eksipien yang dihasilkan melalui koproses akan

mengalami perubahan partikel yang meliputi bentuk, ukuran partikel, dan perubahan minor

yang terdapat dalam tingkat molekuler seperti polimorfisme. Keuntungan yang diperoleh

melalui metode koproses antara lain, tidak terjadi perubahan kimia pada eksipien yang

dihasilkan sehingga memudahkan produsen dalam pengembangan formula, adanya perbaikan

sifat fungsional dari masing – masing eksipien, serta efektivitas biaya dan waktu dalam

pengembangan eksipien baru.

Serum

Serum adalah sediaan dengan viskositas yang rendah yang menghantarkan zat aktif

melalui permukaan kulit dengan membentuk lapisan film tipis dengan mengandung bahan

aktif lebih banyak dan sedikit kandungan pelarut sehingga memilki kecenderungan konsentrat

(Draelos, 2010). Serum sebenarnya merupakan istilah komersial dalam kosmetik untuk jenis

sediaan yang memiliki komponen bioaktif lebih banyak. Teknologi pembuatan serum yang

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 6: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

digunakan dalam penelitian ini merupakan teknologi dalam pembuatan gel. Serum memiliki

kelebihan dibandingkan dengan produk kosmetik tradisional dalam hal efek yang diberikan

dan kenyamanan dalam penggunaan. Serum diaplikasikan dalam jumlah yang sedikit, oleh

karena itu dalam hal pemilihan dan koproses polimer larut air harus dipertimbangkan (Mitsui,

1993).

Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Kimia Analisis

Kuantitatif, Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Indonesia selama lebih

kurang 4 bulan dari bulan Februari 2014 sampai Mei 2014.

Bahan

Biji lengkeng (Dimocarpus longan Lour) diperoleh dari Badan Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat (BALITTRO), susu sapi cair tanpa lemak (skimmed milk), Lipoid S 75

(diperoleh dari Lipoid AG, Jerman), propilen glikol (diperoleh dari Dow Chemical Co.),

BHT, asam askorbat (diperoleh dari Shandong Luwei Pharmaceutical, China), asam kojat

(diperoleh dari Sino Lion, USA), mushroom tyrosinase (diperoleh dari Sigma Aldrich,

Singapura), L-DOPA (diperoleh dari Sigma Aldrich, Singapura), kalium dihidrogen fosfat

(diperoleh dari Merck, Jerman), metil paraben, propil paraben, xanthan gum, etanol 96%,

DPPH (diperoleh dari Sigma Aldrich, Singapura), etanol 70%, metanol p.a. (diperoleh dari

Merck, Jerman), NaOH (diperoleh dari Merck, Jerman) dan aqua destilata.

Alat

Rotary vacuum evaporator (Hahn Shin HS-2005S-N), moisture analyzer (Metler

Tolredo, Jerman), timbangan analitik (Accu-Lab), penangas air (Memmert, Hongkong),

homogenizer (Omni-Multimix Inc., Malaysia), eppendorf microcentrifuge tube, pH meter

tipe-510 (Eutech Instrument, Singapura), viskometer brookfield (Brookfield, USA),

ultrasentrifugator (Hitachi Himac CP100WX), 96-well-microtiter plate, microplate reader

680 (Bio-Rad), termometer, oven (Memmert, Jerman), lemari pendingin (Toshiba, Jepang),

inkubator (Memmert, Hongkong), freeze dryer, spray drier, vortex mixer model VM-200

(Digisystem Laboratory), ayakan (Retsch, Jerman), Fourier-Transform Infra Red 8400 S

(Shimadzu, Jepang), spektrofotmeter UV-Vis (Shimadzu UV-1601, Jepang), Scanning

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 7: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Electron Microscopy, Particle Size Analyzer, kertas saring Whatman no. 40, dan alat-alat

gelas.

Ekstraksi Simplisia

Proses ekstraksi dilakukan di BALITTRO, Bogor. Sejumlah 2 kg biji lengkeng segar

diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi menggunakan 8 L etanol 70% selama 24

jam sebanyak 3 siklus. Setelah 24 jam, dilakukan pengeringan ekstrak dengan menggunakan

rotary evaporator, penangas air dan oven vakum secara berurutan pada suhu 40 °C hingga

diperoleh ekstrak kental. (Zhang, Chen, Xiao, dan Yao, 2004, telah dimodifikasi). Ekstrak

yang diperoleh lalu dihitung rendemennya dan diuji secara kualitatif dengan pereaksi FeCl3

untuk mengetahui ada tidaknya polifenol.

Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Lengkeng

Larutan uji dibuat dengan cara 3 mL dari masing – masing konsentrasi ditambahkan 1

mL DPPH 100 µg/mL. Campuran dikocok selama 20 detik kemudian larutan uji dan larutan

kontrol positif diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit. Larutan ekstrak dibuat dalam

konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 µg/mL. Asam askorbat digunakan sebagai pembanding atau

kontrol positif dengan konsentrasi 0,3; 0,5; 0,7; 1,0; 2,0; 3,0 µg/mL. Uji antioksidan ekstrak

dilakukan dengan metode DPPH yang menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Serapan atau

absorbansi larutan uji diukur pada panjang gelombang maksimum. Presentase peredaman

dihitung dengan menggunakan rumus:

Penetapan Kadar Total Fenol Ekstrak Biji Lengkeng dengan Metode Folin – Ciocalteu

Sebanyak 50 mg standar asam galat ditimbang lalu dilarutkan dalam metanol p.a.

hingga 50 ml untuk memperoleh larutan induk dengan konsentrasi 1.000 µg/mL. Larutan

induk lalu diencerkan dalam berbagai konsentrasi antara lain 150, 250, 300, 350, 400, 500

µg/mL lalu diukur serapannya dan dibuat kurva kalibrasi.

Sebanyak 1 ml larutan sampel dengan konsentrasi 5000 µg/mL ditambahkan dengan

1,5 ml larutan Folin – Ciocalteu 50% lalu larutan dihomogenkan dengan vortex selama 3

menit. Larutan didiamkan selama 5 menit, kemudian ditambahkan NaHCO3 7,5% sebanyak

1,5 ml. Larutan diinkubasi dalam ruangan gelap pada suhu ruang selama 90 menit dan diukur

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 8: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

serapannya pada panjang gelombang 740 nm. Penentuan panjang gelombang maksimum

dilakukan dengan menggunakan larutan asam galat dengan konsentrasi 100 µg/mL.

Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase Ekstrak Biji Lengkeng terhadap Dopakrom

Sejumlah 80 µL larutan dapar fosfat ( 0,1 M , pH 6,8 ), 40 µL larutan sampel, 40 µL

larutan L-DOPA, dan 40 µL larutan tirosinase dimasukkan ke dalam 96 well – microtiter

plate. Masing – masing sampel dibuat bangko tanpa penambahan tirosinase. Larutan

kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37 °C. Campuran diukur absorbansinya

menggunakan microplate reader pada panjang gelombang optimum. Larutan ekstrak yang

diuji dibuat dalam konsentrasi 312,5; 625,0; 1.250; 2.500; dan 5.000,0 µg/mL dan sebagai

kontrol positif digunakan asam kojat yang dibuat dalam konsentrasi 2,5; 5,0; 7,5; 10,0; 15,0;

dan 20,0 µg/mL. Uji penghambatan tirosinase ditentukan dengan mengukur absorbansi

menggunakan microplate reader pada panjang gelombang optimum. Absorbansi yang terukur

merupakan absorbansi pembentukan dopakrom. Berdasarkan absorbansi pengukuran tersebut

dihitung persentase inhibisi tirosinase menurut metode Chang et al ( 2005 ) dengan rumus

sebagai berikut :

Keterangan :

B = absorbansi kontrol dikurangi absorbansi blangko kontrol ( B1 – B0 )

S = absorbansi sampel dikurangi absorbansi blangko sampel ( S1 – S0 )

Formulasi Fitosom yang Mengandung Ekstrak Biji Lengkeng

Tabel 1. Formulasi Fitosom Ekstrak Biji Lengkeng

Bahan Jumlah

Ekstrak biji lengkeng 250 mg

Fosfatidilkolin 375 mg

Etanol 96% 50 mL

Ekstrak kental biji lengkeng dan fosfolipid yang telah ditimbang ditempatkan dalam

labu bulat 1000 mL dan dilarutkan dalam 50 mL etanol 96%. Etanol 96% diuapkan dalam

kondisi vakum dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 °C dengan kecepatan

30 hingga 150 rpm yang dilakukan secara bertahap selama 2 jam. Lapisan tipis yang

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 9: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

diperoleh selanjutnya dihidrasi dengan menggunakan 40 mL dapar fosfat pH 7,4 dan

dimasukkan glass beads hingga lapisan tipis terkelupas dari labu bulat pada kecepatan 70 rpm

selama 1 jam. Suspensi fitosom selanjutnya disimpan dalam botol kaca dan dialiri gas

nitrogen. (Mishra,Yadav, Meher, dan Sinha, 2012; Yanyu, Yunmei, Zhipeng, dan Qineng,

2006, telah dimodifikasi).

Evaluasi Fitosom

a. Morfologi Fitosom

Morfologi bentuk vesikel dan ukuran fitosom dilakukan dengan menggunakan

Scanning Electron Microscope (SEM).

b. Distribusi Ukuran Partikel

Pengukuran distribusi ukuran partikel dari fitosom dilakukan dengan menggunakan

alat Particle Size Analyzer (PSA) dengan metode dynamic light scattering (pemendaran

cahaya) pada suhu 25 °C.

c. Analisis FTIR

Suspensi fitosom sebelumnya dihilangkan pelarutnya dengan metode freeze dry.

Fitosom kemudian digerus bersama serbuk KBr yang sebelumnya telah dikeringkan dengan

perbandingan 1:1 dan dimasukkan ke dalam wadah cakram untuk pengujian dengan

menggunakan FTIR dan dijalankan pada bilangan gelombang 400 hingga 4000 cm-1 (Zhang,

Tang, Xu, dan Li, 2013) .

d. Penentuan Efisiensi Penjerapan Fitosom

Ekstrak biji lengkeng yang terjerap dalam fitosom dipisahkan dari ekstrak biji

lengkeng yang tidak terjerap fitosom dengan sentrifugasi pada kecepatan 30.000 rpm selama

60 menit pada suhu 4 °C dalam keadaan vakum. Presipitat yang diperoleh disimpan dan

supernatan yang diperoleh dihitung kadar fenol total untuk mengetahui presentase penjerapan.

Supernatan diambil menggunakan pipet sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan

dengan 1,5 ml larutan Folin – Ciocalteu 50% lalu larutan dihomogenkan dengan vortex

selama 3 menit. Larutan didiamkan selama 5 menit, kemudian ditambahkan NaHCO3 7,5%

sebanyak 1,5 ml. Larutan diinkubasi dalam ruangan gelap pada suhu ruang selama 90 menit

dan diukur serapannya pada panjang gelombang 740 nm.Setelah diperoleh persentase kadar

total fenolik supernatan kemudian dihitung persentase kadar total fenolik presipitat yang

mewakili efisiensi penjerapan fitosom.

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 10: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Ekstraksi Kasein

Susu sapi cair tanpa lemak (skimmed milk) sejumlah 2 L dipanaskan pada suhu 40 °C

kemudian dipresipitasi dengan asam asetat glasial sebanyak 40 mL. Setelah muncul endapan,

larutan susu berhenti dipanaskan dan didiamkan hingga endapan terpisah dari larutan.

Endapan dikumpulkan dengan penyaringan menggunakan kain penyaring kemudian dicuci

dengan aqua destilata dua kali, kemudian ditambahkan aqua destilata 1.500 mL. Larutan

NaOH 1 N ditambahkan hingga diperoleh pH 6,6. Larutan kasein kemudian dikeringkan

dengan spray dry dan diperoleh serbuk kasein (Nigam dan Ayyagari, 2007 yang telah

dimodifikasi).

Pembuatan Koproses Kasein dan Xanthan Gum

Kasein didispersikan pada aqua destilata dengan perbandingan 5% (b/v) dan xanthan

gum didispersikan dalam aqua destilata dengan perbandingan 1% (b/v). Kemudian kedua

larutan dicampur dengan perbandingan 5:1 (b/b) dan diaduk dengan homogenizer selama 60

menit dengan kecepatan 600 rpm. Campuran dari larutan tersebut kemudian dikeringkan

dengan menggunakan lempeng kaca yang dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60 °C selama

14 jam. Setelah dilakukan pengeringan kemudian dihaluskan dan diayak menggunakan

ayakan 35 mesh.

Evaluasi Koproses Kasein – Xanthan Gum

a. Penampilan Fisik

Pengamatan fisik yang dilakukan terhadap hasil koproses kasein dan xanthan gum

meliputi pengamatan terhadap bentuk dan warna.

b. Bentuk dan Morfologi Partikel

Evaluasi dari bentuk dan morfologi (tekstur) dari koproses kasein dan xanthan gum

digunakan Scanning Electron Microscopy (SEM).

d. Viskositas dan Rheologi

Koproses kasein dan xanthan gum dibuat dalam konsentrasi 3,5%. Pengukuran

dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfied dengan kecepatan putaran

spindel diatur mulai dari 0,5; 2; 5; 10; dan 20 rpm dan kembali ke 20; 10; 5; 2; dan 0,5

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 11: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

rpm. Hasil pembacaan skala dicatat untuk perhitungan viskositas dan pembuatan kurva

sifat aliran.

e. Indeks Mengembang

Serbuk yang akan diuji indeks mengembang terlebih dahulu dicetak menjadi tablet

dengan massa 500 mg lalu ditambahkan aqua destilata sebanyak 10 mL hingga semua

permukaan tablet terbasahi. Pengukuran dilakukan pada menit ke – 60, 120, 180, 240,

300, 360, 420, dan 480 dengan menghitung penambahan massa tablet. Pengukuran

indeks mengembang dilakukan terhadap serbuk kasein, xanthan gum, koproses kasein –

xanthan gum, dan pencampuran fisik kasein – xanthan gum.

Formulasi Sediaan Serum

Berdasarkan hasil optimasi basis serum, dibuat 4 formulasi dengan adanya perbedaan

pada fitosom yang dimasukkan dalam masing – masing formulasi. Pada F1 digunakan fitosom

dan eksipien koproses kasein – xanthan gum, pada F2 digunakan fitosom dan campuran fisik

kasein – xanthan gum, pada F3 digunakan ekstrak biji lengkeng dan koproses kasein –

xanthan gum, serta pada F4 digunakan eksipien koproses kasein – xanthan gum tanpa

penambahan zat aktif. Tabel 2. Formulasi Serum Pencerah Wajah

Bahan Konsentrasi ( % b/v )

F1 F2 F3 F4

Kompleks fitosom 40,0 40,0 - -

Ekstrak biji lengkeng - - 0,1 -

Koproses kasein – xanthan gum 3,0 - 3,0 3,0

Kasein - 2,5 - -

Xanthan gum - 0,5 - -

Propilen glikol 15,0 15,0 15,0 15,0

BHT 0,1 0,1 0,1 0,1

Metil paraben 0,18 0,18 0,18 0,18

Propil paraben 0,02 0,02 0,02 0,02

Etanol 96% 2 2 2 2

Pewangi 3 tetes 3 tetes 3 tetes 3 tetes

Aqua destilata hingga 100 100 100 100

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 12: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Koproses kasein - xanthan gum didispersikan dalam aqua destilata hingga terbentuk

massa serum. Metil paraben, BHT, dan propil paraben dilarutkan dalam campuran etanol 96%

dan propilen glikol. Larutan metil paraben, propil paraben, BHT, etanol 96%, dan propilen

glikol dicampurkan dalam massa serum yang telah terbentuk dan ditambahkan pewangi.

Tahap selanjutnya dilakukan homogenisasi menggunakan homogenizer dengan kecepatan

pengadukan sekitar 600 rpm yang ditingkatkan secara bertahap. Basis serum yang telah

terbentuk selanjutnya dimasukkan zat aktif dengan pengadukan perlahan menggunakan

homogenizer dengan kecepatan pengadukan sekitar 600 rpm selama 30 menit.

Evaluasi Sediaan Serum

a. Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield.

Sediaan dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian spindel yang sesuai diturunkan hingga

batas spindel tercelup ke dalam sediaan, kemudian motor dan spindel dinyalakan. Kecepatan

pemutar diatur berturut – turut 0,5; 2; 5; 10; dan 20 rpm kemudian dibalik dari 20; 10; 5; 2;

dan 0,5 rpm. Angka viskositas yang ditunjukkan oleh jarum merah dicatat, kemudian

dikalikan dengan faktor koreksi pada tabel yang terdapat pada brosur alat. Nilai viskositas

dihitung kemudian dilakukan plot data yang diperoleh terhadap tekanan geser (dyne/cm2) dan

kecepatan geser (rpm).

b. Cycling test

Sediaan disimpan pada suhu 4 oC selama 24 jam kemudian dikeluarkan dan

ditempatkan pada suhu 40 oC selama 24 jam. Perlakuan ini adalah satu siklus. Percobaan

diulang sebanyak 6 siklus. Kondisi fisik sediaan dibandingkan selama percobaan dengan

sediaan sebelumnya.

c. Uji stabilitas

Stabilitas sediaan dievaluasi pada suhu 40o ± 2o C , 4o ± 2o C, dan 27o ± 2o C selama 3

minggu dengan dilakukan pengamatan organoleptis yang meliputi perubahan warna, bau,

homogenitas, pengukuran pH, serta pemeriksaan adanya sineresis.

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 13: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Uji Antioksidan Ekstrak Biji Lengkeng

Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Lengkeng

Serapan DPPH

(S0)

Konsentrasi Ekstrak (µg/mL)

Konsentrasi Ekstrak dalam

Sampel (µg/mL)

Serapan Ekstrak

(A) Persentase Peredaman (%)

Persamaan Regresi Linier

EC50 (µg/mL)

Sampel 1

Sampel 2

0,6428 1 0,75 0,5669 0,5703 11,54 ± 0,374

y = 6,7053x + 5,9702 R2 = 0,9972

6,566

2 1,5 0,5449 0,5444 15,27 ± 0,055

3 2,25 0,5090 0,5071 20,96 ± 0,209

4 3 0,4709 0,4667 27,07 ± 0,462

5 3,75 0,4510 0,4462 30,21 ± 0,528

6 4,5 0,4139 0,3966 36,96 ± 1,903

7 5,25 0,3881 0,3842 39,93 ± 0,429

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai EC50 dari ekstrak biji lengkeng sebesar

6,566 µg/mL. Apabila dibandingkan terhadap nilai EC50 dari kontrol positif yaitu asam

askorbat sebesar 2,760 µg/mL dengan hasil perhitungan dan kurva kalibrasi dapat

disimpulkan bahwa ekstrak kental etanol 70% dari biji lengkeng merupakan antioksidan yang

kurang kuat apabila dibandingkan terhadap asam askorbat namun masih tergolong dalam

antioksidan yang poten.

Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase Ekstrak

Tabel 4. Uji Penghambatan Aktivitas Tirosinase Ekstrak Biji Lengkeng

Konsentrasi Ekstrak (µg/mL)

Konsentrasi Ekstrak dalam

Sampel (µg/mL)

B

S Persentase Inhibisi (%)

Persamaan Regresi Linier

IC50 (µg/mL)

S1 S2

312 62,4

0,499

0,4740 0,4740 5,01 ± 0,000

y = 0,0255x + 4,677

R2 = 0,9921 1777,373

625 125 0,4560 0,4560 8,62 ± 0,000

1250 250 0,4410 0,4380 12,22 ± 0,000

2500 500 0,4180 0,4090 18,04 ± 0,425

5000 1000 0,3590 0,3390 32,06 ± 0,425

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 14: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai IC50 dari ekstrak adalah sebesar

1777,373 µg/mL yang lebih rendah dari asam kojat 7,686 µg/mL. Berdasarkan nilai IC50

kemampuan ekstrak biji lengkeng untuk menghambat aktivitas tirosinase lebih lemah apabila

dibandingkan dengan asam kojat. Hal tersebut disebabkan asam kojat merupakan senyawa

murni yang telah banyak digunakan sebagai penghambat tirosinase sedangkan sampel yang

diuji masih berupa ekstrak yang belum dimurnikan.

Formulasi Fitosom Ekstrak Biji Lengkeng

Gambar 1. Morfologi fitosom dengan SEM perbesaran 1000x an 5000x

Suspensi fitosom yang diperoleh berwarna cokelat tua dan tidak berbau spesifik.

Suspensi tersebut selanjutnya disimpan dalam botol yang tertutup untuk mencegah terjadinya

kontaminasi. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan SEM pada berbagai perbesaran

terlihat bahwa vesikel fitosom yang terbentuk berukuran hampir bulat. Secara fisik bentuk

vesikel dari fitosom telah baik dan dapat terlihat adanya zat aktif yang terjerap dalam

fosfatidilkolin. Berdasarkan hasil pemeriksaan distrubusi ukuran partikel, ukuran diameter

rata – rata vesikel fitosom adalah 352,69 nm. Hasil dari spektrum infra merah menunjukkan

pada bilangan gelombang 3500 hingga 3200 cm-1 yang merupakan bilangan gelombang untuk

gugus –OH terjadi perbedaan puncak pada spektrum ekstrak, fosfatidilkolin, dan fitosom.

Pada spektrum fitosom terjadi pelebaran pita pada bilangan gelombang 3257 cm-1 dengan

puncak yang tidak tajam seperti pada spektrum ekstrak dan fosfatidilkolin. Pada spektrum

antara ekstrak dan fitosom terjadi pergeseran dari 3000 cm-1 pada ekstrak ke 3086 cm-1 pada

fitosom. Hal tersebut menujukkan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen yang berasal dari

cincin fenol dari ekstrak biji lengkeng dengan fosfatidilkolin pada gugus P ═ O (Zhang, Tang,

Yu, Li, 2013). Nilai efisiensi penjerapan yang diperoleh sebesar 65,54%.

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 15: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Ekstraksi Kasein

Kasein yang diperoleh dari proses ekstraksi susu sapi berupa serbuk halus berwarna

putih dan berbau susu. pH kasein hasil isolasi dengan menggunakan pH meter diperoleh pH

kasein yaitu 6,96. pH yang dihasilkan mendekati netral sebab pada saat pembuatan larutan

kasein digunakan NaOH untuk mengatur pH larutan kasein. Kasein yang diperoleh melalui

proses ekstraksi dari susu mudah larut dalam air. Oleh karena itu pengukuran viskositas

menggunakan viskometer bola jatuh. Sebelum dilakukan pengukuran dihitung terlebih dahulu

berat jenis larutan kasein 1%. Berat jenis larutan kasein 1% yaitu 1,009 g/mL. Setelah itu

dilakukan pengukuran viskositas dengan menggunakan viskometer Hoppler dan diperoleh

viskositas larutan kasein yaitu 0,0198 cps. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kasein

memiliki viskositas yang rendah.

Koproses Kasein Xanthan - Gum

Gambar 2. Penampilan fisik serbuk kasein (a), xanthan gum (b), koproses kasein – xanthan gum (c)

(a) (b) (c)

(a) (b)

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 16: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Gambar 3. Morfologi kasein (a), xanthan gum (b), koproses kasein – xanthan gum (c) perbesaran 5000x Serbuk koproses kasein dan xantan gum berbentuk serbuk halus berwarna krem dan

berbau susu dengan intensitas yang sangat lemah. Morfologi eksipien koproses kasein –

xanthan gum menggunakan SEM terlihat bentuk pilinan halus dengan tingkat kerapatan

permukaan yang lebih rendah dari xanthan gum dan berbeda dari morfologi kasein yang

berbentuk seperti bongkahan kasar dengan banyak rongga serta xanthan gum yang memiliki

permukaan yang tersusun rapat. Adanya struktur pilinan tersebut yang menyebabkan eksipien

kasein – xanthan dapat memiliki kemampuan untuk menjerap air dengan nilai viskositas yang

berada di atas kasein dan dibawah xanthan gum. Berdasarkan hasil pengujian larutan kasein

3,5% diperoleh hasil bahwa kasein memiliki viskositas 1140 cps dengan sifat alir plastis

tiksotropik. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada proses koproses kasein dan xanthan gum

terjadi interaksi yang menyebabkan perubahan viskositas yang lebih tinggi daripada kasein.

koproses kasein dan xanthan gum memiliki indeks mengembang yang mencapai dua kali

lipat. Hal tersebut disebabkan adanya gabungan sifat fungsional antara kasein dengan xanthan

gum yaitu kasein yang mudah larut dalam air dengan xanthan gum yang mudah mengembang

dalam air. Xanthan gum memiliki struktur heliks ganda yang dapat membentuk struktur tiga

dimensi sehingga mampu menjerap molekul air. Hal tersebut menyebabkan perubahan sifat

fungsional pada koproses kasein dengan xanthan gum. Hasil dari koproses kasein dengan

xanthan gum menggunakan metode koproses menujukkan adanya pengaruh terhadap sifat

fungsional eksipien. Eksipien hasil koproses dapat digunakan sebagai basis serum dengan

viskositas yang diinginkan, yaitu di atas air dan di bawah gel sehingga mudah dalam

aplikasinya pada kulit.

(c)

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 17: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Hasil Evaluasi Formula Serum

Tabel 5. Hasil Evaluasi Keempat Formula Serum

Formula Warna Bau Homogenitas pH Viskositas

( cps)

F1 Cokelat muda Harum Homogen 6,85 1140

F2 Cokelat muda Harum Homogen 6,86 1520

F3 Cokelat muda Harum Homogen 6,61 1120

F4 Putih Harum Homogen 6,81 760

Serum yang mengandung fitosom dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum

serta serum yang mengandung eksipien campuran fisik kasein dan xanthan gum berwarna

cokelat muda. Pada serum yang mengandung eksipien koproses kasein dan xanthan gum dan

campuran fisik kasein dan xanthan gum menghasilkan serum yang homogen. Serum yang

mengandung ekstrak biji lengkeng berwarna cokelat dengan intensitas warna yang lebih

tinggi pada serum yang mengandung ekstrak dengan penampilan serum yang homogen.

Sedangkan blangko serum yang hanya mengandung basis, sediaan berwarna putih. Viskositas

dari keempat formula diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield. Serum yang

mengandung fitosom dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum memiliki viskositas

sebesar 1140 cps, serum yang mengandung fitosom dengan eksipien campuran fisik kasein

dan xanthan gum memiliki viskositas 1520 cps, serum yang mengandung ekstrak biji

lengkeng memiliki viskositas sebesar 1120 cps, dan blangko serum memiliki viskositas

sebesar 760 cps. Serum fitosom memiliki viskositas yang lebih tinggi daripada blangko serum

dan serum yang mengandung ekstrak sebab pada serum yang mengandung fitosom

terkandung vesikel – vesikel fitosom yang berupa partikel padatan sehingga viskositasnya

menjadi lebih tinggi. Serum yang mengandung campuran fisik kasein dan xanthan gum

memilki viskositas yang lebih tinggi sebab tidak terdapat interaksi antara kasein dengan

xanthan gum sehingga viskositas tersebut dipengaruhi oleh xanthan gum. Berdasarkan

rheogram yang dihasilkan keempat formula memiliki sifat alir plastis tiksotropik, yaitu kurva

yang dihasilkan tidak melalui titik (0,0) dan dibutuhkan yield value agar sediaan dapat

mengalir.

Cycling test merupakan uji stabilitas dipercepat untuk mengetahui adanya degradasi

kimia maupun perubahan fisik dari sediaan melalui percobaan kondisi ekstrem, misalnya

perbedaan suhu tinggi dan rendah (ICH, 2007). Suhu yang digunakan dalam cycing test yaitu

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 18: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

suhu 4 °C dan 40 °C yang dilakukan selama 6 siklus. Berdasarkan hasil pengamatan

organoleptis pada keempat formula tidak ditemukan adanya perubahan fisik seperti

terbentuknya kristal ataupun pemisahan. Selain itu, dari keempat formulasi tidak terjadi

perubahan pH yang signifikan.

Pada pengujian organoleptis dari masing – masing sediaan pada uji stabilitas masing –

masing suhu tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada warna sediaan.

Keempat formula masih berbau harum seperti pada minggu ke-0. Hal tersebut menunjukkan

bahwa dari keempat formula tidak menunjukkan adanya perubahan dari zat aktif maupun

eksipien. Pada pengujian pH dari keempat sediaan tidak menunjukkan adanya perubahan yang

terlalu besar. Pada pengujian viskositas, viskositas pada miggu ke-3 menunjukkan adanya

penambahan viskositas pada keempat formula. Hal tersebut disebabkan pada saat pengukuran

minggu ke-0 susunan molekul pada serum tersusun secara acak akibat proses pembuatan

dengan homogenizer. Setelah disimpan pada minggu ke- 3 viskositas serum kembali seperti

semula. Pada keempat formula tidak terdapat perubahan sifat alir.

Kesimpulan

a. Ekstrak etanol biji lengkeng memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai EC50 sebesar

6,566 µg/mL dan penghambat tirosinase dengan nilai IC50 sebesar 1777,373 µg/mL.

b. Fitosom ekstrak biji lengkeng memiliki efisiensi penjerapan sebesar 65,54% dengan

ukuran diameter partikel 382,59 nm.

c. Koproses kasein dan xanthan gum dengan konsentrasi 3% dapat diformulasikan

sebagai basis serum dengan sifat alir plastis tiksoptropik dan stabil pada pengujian

stabilitas fisik dan cycling test.

Saran

Untuk perbaikan penelitian di masa yang akan datang, perlu dilakukan perbaikan

metode dalam pembuatan fitosom agar diperoleh efisiensi penjerapan yang mencapai 90%

dan dilakukan uji aktivitas penghambat tirosinase secara in vivo untuk mengetahui efektivitas

serum fitosom ekstrak biji lengkeng pada kulit manusia.

Referensi Atkins, Peter, Paula, J.D. (2006). Physical Chemistry for Life Sciences. New York: W.H. Freeman and

Company.

Ajazuddin, Saraf, S. (2010). Application of Novel Drug Delivery System for Herbal Formulations. Fitoterapia, 81, 680-689.

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 19: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Anwar, Effionora. (2012). Eksipien dalam Sediaan Farmasi – Karakterisasi dan Aplikasi. Jakarta: Dian Rakyat, 237.

Baumann, L., Saghari, S. (2009). Cosmetic Dermatology : Principles and Practice Second Edition. USA: The

McGraw-Hill Companies, 98 – 101. Bombardelli, E., Cristoni, A., Morqzzoni, P. (1994). Phytosome in Functional Cosmetics. Fitoterapia LXV, 5,

387 – 389. Champe, P.C, Harvey, R.A., Ferrier, D.R. (2011). Biochemistry. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins. Chang, T.S. (2009). An Updated Review of Tyrosinase Inhibitor. International Journal of Molecular Science,

10, 2440 – 2475. Contreras-Guzman, E.S., Strong, F.C. (1982). Determination of Tocopherols (Vitamin E) by Reduction of

Cupric Ion. JAOAC 65, 1215-1222. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 7. Draelos, Z.D (Ed). (2010). Cosmetic Dermatology. West Sussex: John Wiley & Sons Ltd, 504. Elzoghby, A.O., Fotoh, W.S.A.E., Elgindy, N.A. (2011). Casein-based Formulations as Promising Controlled

Release Drug Delivery Systems. Journal of Controlled Release, 1,53, 206–216. Ghosh, A., Ali, M.A., Dias, G. J., (2009). Effect of Cross-Linking on Microstructure and Physical Performance

of Casein Protein. Biomacromolecules, 10, 1681–1688

Gillbro, J.M., Olsson, M.J. (2011). The Melanogenesis and Mechanism of Skin-Lightening Agents – Existing and New Approaches. International Journal of Cosmetic Science, 33, 210 – 221.

International Conference on Harmonisation. (2007). The GCC Guidelines for Stability Testing of Drug

Substances and Pharmaceutical Products 2nd Edition. International Conference on Harmonisation. Jain, N., Gupta, B.P., Thakur, N., Jain, R., Banweer, J., Jain, D.K., Jain, S. (2010). Phytosome : A Novel Drug

Delivery System for Herbal Medicine. International Journal of Pharmacutical Sciences and Drug Research, 2(4), 224-228.

Jhawat, V.C., Saini, V., Kamboj, S., Maggon, N. (2013). Transdermal Drug Delivery Systems: Approaches and

Advancements in Drug Absorption through Skin. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 10, 47-56.

Katdare, A., Chaubal, M.V. (2006). Excipient Development for Pharmaceutical,

Biotechnology, and Drug Delivery Systems. London: Taylor and Francis Group. Kedare, S.B., Singh, R.P. (2011). Genesis and Development of DPPH Method of Antioxidant Assay. J Food Sci

Technol, 48(4), 412-422.

Khan, J., Alexander, A., Ajazuddin, Saraf, S., Saraf. (2013). Recent Advances and Future Prospects of Phyto-phospholipid Complexation Technique for Improving Pharmacokinetic Profile of Plant Actives. Journal of Controlled Release, 168, 50-60.

Livney, Y.D. (2009). Milk Proteins as Vehicles for Bioactives. Current Opinion in Colloid & Interface Science,

15, 73–83. Marinda, W.S. (2012). Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel Liposom yang Mengandung Fraksinasi Ekstrak

Metanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) sebagai Antioksidan. Skripsi Sarjana Farmasi. Depok: FMIPA UI

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014

Page 20: Formulasi Serum Penghambat Kerja Tirosinase yang

Marwaha, M., Sandhu, D., Marwaha, R.K. (2010). Coprocessing of Excipients: A Review on Excipient Development for Improved Tabletting Performance. International Journal of Applied Pharmaceutics, 2, 41 – 47.

Mishra, N., Yadav, N.P., Meher, J.G., Sinha, P. (2012). Phyto – vesicles : Conduit between Conventional and

Novel Drug Delivery System. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, S1728 - S1734. Molyneux, P. (2004). The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for Estimating

Antioxidant Activity. Songklanakarin J.Sci.Technol, 26(2), 211-219. Muehlhoff, E., Bennet, A., McMahon, D. (2013). Milk and Dairy Products in Human Nutrition. Rome: Food and

Agriculture Organization of The United Nations. Nachaegari, S.K., Bansal, A.K. (2004). Coprocessed Excipient for Solid Dosage Forms. Pharmaceutical

Technology, 52 – 64. Nawawi, R.H. ( 2012). Uji Aktivitas, Stabilitas Fisik dan Keamanan Sediaan Gel Pencerah Kulit yang

Mengandung Ekstrak Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Tesis Magister Herbal. Depok: Departemen Farmasi FMIPA UI.

Patel, J., Patel, R., Khambolja, K., Patel, N. (2009). An Overview of Phytosom as an Advanced Herbal Drug

Delivery System. Asian Journal of Pharmaceutical Science, 4 (6), 363 – 371. Paye, M., Barel, A.O., Maibach, H.I. (2001). Handbook of Cosmetic Science and Technology Second Edition.

USA: Marcel Dekker Inc,. Pristiadi. (2012). Kajian Komparatif Aktivitas Antioksidan Formula Pengawet Alami Ekstrak Kecombrang

(Nicolaia speciosa Horan) dan Pola Pemisahan Kromatografis Ekstrak Bagian – Bagian Tanaman Kecombrang. Tesis : Jurusan Farmasi Universitas Jenderal Sudirman.

Rangkadilok, N., Sitthimonchai, S., Worasyttayangkurn, L., Mahidol, C., Ruchirawat, M., Satayavivad, J.

(2006). Evaluation of Free Radical Scavenging and Antityrosinase Activities of Standardized Longan Fruit Extract. Food and Chemical Toxicology, 45, 328 – 336.

Rieger, M.M. (2000). Harry’s Cosmeticology. New York: Chemical Publishing Co. Inc., 895. Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London:

Pharmaceutical Press and American Pharmacist Assiciation, 17, 279, 283, 441, 654. Semalty, A., Semalty, M., Rawat, M.S.M., Franceschi, F. (2009). Supramolecular Phospholipids-Polyphenolics

Interactions : The PHYTOSOME® Strategy to Improve The Bioavailibility of Phytochemicals. Fitoterapia, 81, 306-314.

Tanaka, Yoshimasa. (2001). Handbook of Cosmetic Science and Technology 2nd Edition. USA: Marcell Dekker

Inc, 473 – 477. United States Pharmacopeia 30 – National Formulary 25. (2007). The United States Pharmacopeial Convention. Yanyu, X., Yunmei, S., Zhipeng, C., Qineng, P. (2006). The Preparation of Silybin-Phospholipid Complex and

the Study on Its Pharmacokinetic in Rats. International Journal of Pharmaceutics, 307, 77-82.

Zhang, F., Chen, B., Xiao, S., Yao, S.Z. (2004). Optimization and Comparison of Different Extraction Techniques for Sanguinarine and Chelerythrine in Fruits of Macleaya cordata (Willd) R. Br. Separation and Purification Technology, 283 – 290.

Zhang, J., Tang, Q., Xu, X., Li, N. (2013). Development and Evaluation of A Novel Phytosome Loaded

Chitosan Microsphere System for Curcumin Delivery. International Journal of Pharmaceutics, 168-174.

Formulasi serum…, Noorviana Farmawati, FF UI, 2014