32
PBL TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT RESIDU PESTISIDA Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Toksikologi Lingkungan dan Produk Pertanian Disusun oleh: Martha Christy 150110080209 Rizky Hadi 150110080211 Nadya Avishina 150110080213 Imam Mukti 150110080218 Redy Aditya 150110080220 Gilang Fauzi 150110080230 Raden Rahmat 150510090219 Agroteknologi F

Tgs mklh pbl residu pestisida

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tgs mklh pbl residu pestisida

PBL TOKSIKOLOGI LINGKUNGANPENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT RESIDU PESTISIDA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Toksikologi Lingkungan dan Produk Pertanian

Disusun oleh:

Martha Christy 150110080209

Rizky Hadi 150110080211

Nadya Avishina 150110080213

Imam Mukti 150110080218

Redy Aditya 150110080220

Gilang Fauzi 150110080230

Raden Rahmat 150510090219

Agroteknologi F

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2011

Page 2: Tgs mklh pbl residu pestisida

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, pemilik alam semesta yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah ini dengan sebaik-baiknya.

Makalah ini akan membahas tentang pencemaran lingkungan akibat residu

pestisida. Di dalamnya akan dibahas tentang jenis pestisida organoklorin, organofosfat,

dan karbomat, konsetrasi batas maksimum bagi lingkungan, tingkat residunya serta

bahaya ketiga jenis pestisida tersebut bagi lingkungan.

Penulisan makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah

Toksikologi Lingkungan dan Produk Pertanian. Pada kesempatan ini kami

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dosen Pengajar yang telah memberikan bimbingan dalam menyusun makalah ini.

2. Orang tua kami yang tercinta yang telah memberikan kami dukungan moral, materil

dan finansial.

3. Rekan-rekan kami di Fakultas Pertanian yang memberikan dorongan semangat

kepada kami.

Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada khususnya

dan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Kami menyadari makalah ini masih

banyak kekurangan, besar harapan kami agar para pembaca dan dosen pengajar dapat

memberikan masukan berupa kritik dan saran.

Demikan makalah ini kami selesaikan dengan sebaik-baiknya, atas perhatiannya

kami ucapkan terima kasih.

Jatinangor, 26 Maret 2011

Penulis

Page 3: Tgs mklh pbl residu pestisida

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan pestisida pada sektor pertanian sangat sering diaplikasikan untuk

mengontrol hama dan penyakit yang ada pada tanaman yang dibudidayakan atau

ditanam oleh petani. Tetapi, pestisida juga memberikan dampak negatif terhadap

kesehatan, ekosistem sekitar tanaman budidaya dan lingkungan makro di luar ekosistem

tanaman budidaya.

Akhir-akhir ini residu pestisida sudah menjadi perhatian konsumen modern hasil

pertanian. Residu Pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian,

bahan pangan, atau pakan hewan baik sebagai akibat langsung maupun tak langsung

dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup senyawa turunan pestisida, seperti

senyawa hasil konversi metabolit, senyawa hasil reaksi, dan zat pencemar yang dapat

memberikan pengaruh toksikologis, bahkan bahaya bagi kesehatan konsumen dan

lingkungan.

Dengan persepsi konsumen ini, membuktikan bahwa penggunaan pestisida tidak

boleh lagi sembarangan, tidak bijaksana, karena dapat menimbulkan pengaruh/dampak

negatif terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Adalah wajar,

bila konsumen memilih hasil pertanian yang aman konsumsi (dalam hal ini yang bebas

pestisida) atau kalau mengandung residu pestisida, kadarnya masih di bawah batas

toleransi.

Kalau sudah demikian besarnya tuntutan konsumen terhadap produk pertanian,

peran pemerintah dalam deteksi dini adanya residu pestisida sangat penting, terutama

dalam memberikan informasi (deteksi) dini adanya residu pestisida pada produk-produk

pertanian yang akan dikonsumsi masyarakat.

B. Masalah

Tuntutan pasar terhadap produk hortikultura sangat ketat. Apalagi untuk produk-

produk yang dikonsumsi dalam kondisi segar (bukan hasil olahan). Sebagian dari

tuntutan pasar tersebut sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan perlindungan tanaman, baik

secara langsung di lapang, dalam sistem pengelolaannya dan sistem perdagangan antar

negara.

Page 4: Tgs mklh pbl residu pestisida

Namun demikian, tuntutan standar mutu yang ada, sejauh ini masih terfokus

pada mutu fisik produk. Produk dengan tampilan yang baik dan menarik masih menjadi

pilihan utama konsumen. Standar mutu yang terkait dengan cemaran biologi dan

cemaran kimia (residu pestisida) belum mendapatkan perhatian yang memadai.

Kedepan, konsumen pasti akan semakin memberi perhatian yang lebih besar terhadap

residu pestisida, seiring dengan kesadaran terhadap kesehatan.

Banyak negara-negara pengimpor produk hortikultura juga mensyaratkan batas

residu yang ada dalam produk. Produk-produk yang mengandung residu pestisida

melebihi batas maksimum residu (BMR) yang ditetapkan, akan ditolak masuk negara

tersebut. Saat ini semakin banyak angka BMR yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius

Commission (CAC) yang diadopsi berbagai negara importir. Tidak mustahil, angka

BMR tersebut akan terus bertambah dan semakin kecil pula nilainya, seiring dengan

tuntutan kesehatan yang diinginkan konsumen.

Semua jenis formulasi pestisida yang diijinkan harus memenuhi syarat paling

sedikit:

a. Toksisitas bagi manusia rendah

b. Tidak membahayakan lingkungan hidup

c. Efektif mematikan OPT sasaran

d. Tidak mematikan musuh alami dan organisme bermanfaat

e. Kualitas terjamin dan stabil

C. Tujuan dan Luaran yang Diharapkan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memperoleh informasi dan

mengidentifikasi toksikologi residu pestisida dan dampaknya terhadap penolakan pasar

ekspor dari produk sayuran, karena kandungan residu pestisidanya masih tinggi.

Sedangkan luaran yang diharapkan adalah rekomendasi sebuah sistem pengelolaan

produk sayuran untuk komoditas ekspor yang aman bagi konsumen

Page 5: Tgs mklh pbl residu pestisida

Lampiran Artikel

Mentan RI Launching Ekspor Sayur Karo ke Singapura.Ditulis oleh Daniel ManikKamis, 3 Maret 2011 09:49

Lima tahun terakhir ini, kontribusi Indonesia memasok buah dan sayur ke Singapura terus menurun, padahal tahun 80-an ekspor sayur mayur ke negara itu pernah mencapai 30%.

  Demikian dikatakan Menteri Pertanian RI Ir H Suswono MMA saat melakukan  launching ekspor sayur dan buah hasil pertanian Karo ke Singapura, dan panen peleng di lahan pertanian Desa Ujung Aji, Berastagi, Rabu (2/3).

Menurut Suswono, Pemerintah Pusat telah menargetkan ekspor sayur dan buah hingga tahun 2014 ke Singapura sebesar 30%. Untuk itu, telah ada kesepakatan antara Perdana Menteri Singapura dan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada bulan Mei 2010 lalu.  

Menurutnya, eskport sayur dan buah dapat ditingkatkan ke Singapura apabila Indonesia dapat memenuhi permintaan  dengan beberapa kriteria yang ditetapkan oleh Agri-Food and Veterinari Authority (AVA), yaitu memenuhi konsep food safety (pestisida residu control), kualitas, keamanaan pangan, kesegaran, kuantitas dan kontinuitas yang terjaga.

"Selama ini kadang-kadang petani kurang displin soal residu pestisida, karena itu perlu kita bina petani agar residu pestisida tetap sebagimana persyaratan yang ditetapkan. Dengan demikian tidak ada lagi alasan Singapura untuk menolak sayur mayur  dari Indonesia," tandasnya.

Sedangkan keluhan masyarakat baik petani dan eksportir terkait permasalahan bidang ekspor produk pertanian dari Sumut ke Singapura adalah infrastruktur yang kurang mendukung, baik sarana jalan maupun pelabuhan Belawan yang sangat terbatas sehingga menghambat kelancaran proses bongkar muat barang ekspor.

Berkaitan dengan hal itu Mentan RI mengharapkan kepada Gubsu untuk menegur instansi terkait untuk mengatasi masalah ini.

"Di bidang on farm, saya dan jajaran Kementerian Pertanian akan menyelesaikan permasalahan dalam rangka mendukung ekspor buah dan sayur dari daerah ini," sebutnya.

Mentan RI juga menghimbau kepada para eksportir, supaya benar-benar mengayomi para petani sebagai mitra usaha serta mau berbagi informasi dan juga keuntungan. Dengan begitu, eksportir dan petani yang tergabung dalam Gapoktan dapat maju secara bersama-sama.

Sementara Wagubsu, Gatot Pudjo Nugroho ST dalam sambutannya mengatakan  komoditas hortikultura Sumut yang berasal dari Kabupaten Karo pernah mengecap masa kejayaan ekspor ke Singapura pada era 1990 an.

Page 6: Tgs mklh pbl residu pestisida

"Walupun saat ini volume eskpor hortikultura Sumut ke Singapura tidak lagi segemilang era 1990-an, namun dalam enam tahun terakhir ini Sumut telah rutin mengeskpor sedikitnya enam produk utama hortikultura. Komoditas tersebut adalah kubis, kentang, tomat, wortel, mentimun dan sayuran berdaun. Sedangkan negara tujuan ekspor hortikultura Sumatera Utara yang paling dominan adalah Singapura dan Malaysia," jelasnya.

Lebih lanjut dikatakan, komoditas hortikultura Sumut dengan nilai ekspor yang paling besar adalah kubis. Hingga Oktober 2010, Sumut telah mengekspor 19.541.538 Kg kubis dengan nilai US $ 4.880.938. 

Sumber : http://www.harian-global.com/index.php?option=com_content&view=article&id=56347:mentan-ri-launching-ekspor-sayur-karo-ke-singapura&catid=27:bisnis&Itemid=59. Diakses 26 Maret 2011 21.16.

BAB II

Page 7: Tgs mklh pbl residu pestisida

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Pestisida

Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu

(2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria.

Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah

diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15.

Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis

DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru

ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan

penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine

pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi

pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Weir, 1998).

Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai aloera

pestisida (Murphy, 2005). Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat

semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap

tahunnya. Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75%

digunakan di negara-negara berkembang (Sudarmo, 1987).

Di Indonesia, pestisida yang paling banyak digunakan sejak tahun 1950an

sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor seperti

DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan pestisida-

pestisida fosfat organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu

dikhawatirkan, karena walaupun bahan-bahan ini sangat beracun (racun akut), akan

tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu

yang menahun. Hal penting yang masih perlu diperhatikan masa kini ialah dampak

penggunaan hidrokarbon berklor pada masa lampau khususnya terhadap aplikasi

derivat-derivat DDT, endrin dan dieldrin.

B. Pengertian Pestisida

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata

caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh

hama. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan peraturan pemerintah

RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan kimia yang digunakan untuk

Page 8: Tgs mklh pbl residu pestisida

mencegah, membasmi dan mengendalikan hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang

pengerat, termasuk serangga penyebar penyakit, dengan tujuan kesejahteraan manusia.

Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh

atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan

untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6tahun 1995). USEPA menyatakan pestisida

sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan,

menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme

penggangu (Soemirat, 2003).

C. Pengklasifikasian Pestisida

Menurut Sudarmo (1991) pestisida dapat di klasifikasikan kedalam beberapa

golongan,dan diantara beberapa pengklasifikasian tersebut dirinci berdasarkan bentuk

formulasinya, sifat penetrasinya, bahan aktifnya, serta cara kerjanya.

1. Berdasarkan bentuk formulasi

a. Butiran (Granule=G)

Berbentuk butiran yang cara penggunaanya dapat langsung disebarkan dengan

tangan tanpa dilarutkan terlebih dahulu.

b. Tepung (Dust=D)

Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktif 1-2% yang

penggunaanya dengan alat penghembus (duster)

c. Bubuk yang dapat dilarutkan (wettable powder=WP)

Berbentuk tepung yang dapat dilarutkan dalam air yang penggunaanya

disemprotkan dengan alat penyemprot atau untuk merendam benih. Contoh

Mipcin 50 WP

d. Cairan yang dapat dilarutkan

Berbentuk cairan yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi yang dapat

digunakan setelah dilarutkan dalam air. Larutannya berwarna putih susu tapi

berwarna coklat jernih yang cara penggunaanya disemprotkan dengan alat

penyemprot

e. Cairan yang dapat diemulsikan

Berbentuk cairan pekat yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi yang

dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Cara penggunaanya disemprotkan

dengan alat penyemprot atau di injeksikan pada bagian tanaman atau tanah.

Contoh : Sherpa 5 EC

Page 9: Tgs mklh pbl residu pestisida

f. Volume Ultra Rendah

Berbentuk cairan pekat yang dapat langsung disemprotkan tanpa dilarutkan lagi.

Biasanya disemprotkan dengan pesawat terbang dengan penyemprot khusus yang

disebut Micron Ultra Sprayer. Contoh : Diazinon 90 ULV

2. Ditinjau dari sifat penetrasinya, pestisida dapat diklasifikasikan kedalam :

a. Penetrasi pada permukaan.

Pestisida ini hanya ada pada permukaan tanaman

b. Penetrasi dalam

Apabila disemprotkan kedalam permukaan daun, pestisida dapat

menembus/meresap ke seluruh jaringan tanaman yang tidak disemprotkan

c. Sistemik

Pestisida ini mudah diserap melalui daun, batang akar, dan bagian lain dari

tanaman. Pestisida sisitemik efektif untuk membasmi bermacam-macam hama

pengerek dan pengisap (Dperartemen Pertanian, 1998)

3. Berdasarkan bahan aktifnya pestisida dapat diklasifikasikan :

Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka

pestisida dapat dibedakan ke dalam empat golongan yaitu :

a. Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa kimia,

contohnya organoklorin, organofospat, dan karbamat.

b. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, contohnya

neem oil yang berasal dari pohon mimba

c. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia

yaitu jamur, bakteri atau virus contohnya

d. Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal dari bahan alami, contohnya bubur

bordeaux (Sitompul, 1987).

4. Pestisida berdasarkan cara kerjanya

Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dapat dibedakan kedalam beberapa

golongan yaitu:

a. Pestisida Kontak

Page 10: Tgs mklh pbl residu pestisida

yaitu pestisida yang dapat membunuh OPT (organisme pengganggu tanaman)

bila OPT tersebut terkena pestisida secara kontak langsung atau bersinggungan

dengan residu yang terdapat di permukaan tanaman. Contoh : Mipcin 50 WP

b. Pestisida Sisitemik

yaitu pestisida yang dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. OPT

akan mati setelah menghisap/memakan tanaman, atau dapat membunuh gulma

sampai ke akarnya.

c. Pestisida Lambung

yaitu pestisida yang mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran makanan

pestisida. Contoh : Diazinon 60 EC

d. Pestisida pernapasan

Dapat membunuh hama yang menghisap gas yang berasal dari pestisida

(Sudarmo, 1991).

5. Pestisida Berdasarkan Organisme Sasaran

Menurut Untung (1993), dari banyaknya jenis jasad penggangu yang bisa

mengakibatkan fatalnya hasil petanian, pestisida dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan, yaitu :

a. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa

mematikan semua jenis serangga.

b. Fungisida

Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa

digunakan untuk memberantas dan mencengah fungi/cendawan. Selain untuk

mengendalikan serangan cendawan di areal pertanaman, fungisida juga banyak

diterapkan pada buah dan sayur pascapanen.

c. Bakterisida

Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang bisa

membunuh bakteri.

d. Nematisida

Nematisida adalah racun yang dapat mengendalikan nematode

e. Akarisida

Page 11: Tgs mklh pbl residu pestisida

Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang

mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau,

caplak dan laba-laba.

f. Rodentisida.

Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang

digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.

g. Moluskida

Moluskida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,

siput setengah telanjang, sumpit, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di

tambak.

h. Herbisida

Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk

membunuh tumbuhan penggangu yang disebut gulma.

i. Pestisida lain

Selain beberapa jenis pestisida di atas masih banyak jenis pestisida lain. Namun

karena kegunaanya jarang maka produsen pestisida belum banyak yang menjual,

sehingga di pasaran bisa dikatakan sulit ditemukan. Pestisida tersebut adalah

sebagai berikut :

− Pisisida, adalah bahan senyawa kimia beracun untuk mengendalikan ikan

mujair yang menjadi hama di dalam tambak dan kolam.

− Algisida, merupakan pestisida pembunuh ganggang,

− Avisida, pestisida pembunuh burung.

− Larvisida, pestisida pembunuh ulat.

Pestisida di Indonesia adalah sebagai berikut insektisida 55,42%, herbisida 12,25%,

fungisida 12,05%, repelen 3,61%, zat pengatur pertumbuhan 3,21%, nematisida 0,44%,

dan 0,40% ajuvan serta lain-lain berjumlah 1,41%. Dari gambaran ini insektisida

merupakan jenis pestisida yang paling banyak digunakan (Soemirat, 2005).

Page 12: Tgs mklh pbl residu pestisida

BAB III

PEMBAHASAN

Residu pestisida pada tanaman dapat berasal dari hasil penyemprotan pada

tanaman. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti batang, daun,

buah, dan juga akar. Khusus pada buah, residu ini terdapat pada permukaan maupun

daging dari buah tersebut. Walaupun sudah dicuci atau dimasak residu pestisida ini

masih terdapat pada bahan makanan.

Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh badan Standar Nasional Indonesia

(SNI) 2008, tentang batas maksimum residu pestisida pada tanaman, Residu pestisida

untuk golongan organofosfat (klorpirifos) masih diperbolehkan ada di dalam tanaman

dalam konsentrasi yang telah ditentukan, khusus untuk beras batas konsentrasi residu

yang diperbolehkan yaitu 0,5 mg.

Berdasarkan hasil penelitian soemirat (2003) residu insektisida golongan

organofosfat ditemukan pada berbagai jenis sayuran seperti bawang merah dengan

konsentrasi 1,167-0,565 ppm, kentang 0,125-4,333 ppm, cabe dan wortel mengandung

profenos 0,11 mg/kg, detakmetrin 7,73 mg/kg, klorfiripos 2,18 mg/kg, tulubenzuron

2,89 mg/kg, dan permetrin 1,80 mg/kg.

A. Pestisida Organoklorin

Pestisida Organoklorin atau biasa disebut juga sebagai hidrokarbon berklorin,

merupakan jenis pestisida yang tidak mudah larut dalam air, namun mudah larut dalam

minyak. Pestisida organoklorin merupakan jenis pestisida yang tidak mudah terurai di

alam setelah digunakan, penggunaan pestisida organoklorin telah dilarang oleh

pemerintah sejak tahun 1971 karena sifatnya yang persisten sehingga akan dapat

menimbulkan dampak negative yang besar tehadap lingkungan dan mahluk hidup

sekitarnya.

Contoh pestisida organoklorin yang sering digunakan dalam kehidupan;

• Aldrin

• Dieldrin dicofol

• Endosulfan

• Endrin chlordane

• DDT

• Heptaklor

Page 13: Tgs mklh pbl residu pestisida

• Lindane

• Benzane hexacloride (BHC)

Contoh di atas dapat digolongkan sebagai senyawa aktif yang terkandung pada

jenis-jenis pestisida organoklorin dengan toksisitas yang berbeda. Sedangkan sifat

umumnya adalah kelarutan rendah dalam air, lipofilitas tinggi, persisten dalam

lingkungan alamiah, terbioakumulasi dalam makhluk hidup dan terbiomagnifikasi

melalui rantai makanan.

Berdasarkan Toksisitasnya dapat digolongkan sebagai berikut:

1. sangat toksik aldrin, endosulfan, dieldrin

2. toksik sederhana Clordane, DDT,lindane, heptaklor

3. kurang toksik Benzane hexacloride (BHC)

Insektisida ini sedikit digunakan di negara berkembang karena mereka

memperhatikan secara kimia bahwa insektisida organoklor adalah senyawa yang tidak

reaktif, memiliki sifat yang sangat tahan atau persisiten, baik dalam tubuh maupun

dalam lingkungan memiliki kelarutan sangat tinggi dalam lemak dan memiliki

kemampuan terdegradasi yang lambat (Ecobichon dalam Ruchicawat, 1996 dan

Tarumingkeng, 1993). Insektisida ini masih digunakan pada negara sedang berkembang

terutama negara pada daerah ekuator karena murah, efektif dan persisten. Contoh DDT,

aldrin, dieldrin, BHC, endrin, lindane, heptaklor, toksofin, pentaklorofenol dan

beberapa lainnya.

Pestisida organoklorin adalah senyawa sintetitik yang mempunyai aktivitas

spektrum sangat luas, bersifat apolar dan persisten. Sifat tersebut menyebabkan

penggunaan pestisida, menimbulkan banyak masalah kesehatan dan lingkungan.

Terjadinya cemaran pada ikan dapat digunakan sebagai indikator bioakumulasi yang

terjadi dalam air. Cemaran dapat ditemukan baik di perairan, udara dan tanah.

Penelitian kadar organoklorin dalam ikan belanak ( Mugil sp,) dari perairan

daerah Cilacap untuk mempelajari kadar bioakumulasi cemaran organoklorin yang

Page 14: Tgs mklh pbl residu pestisida

terdapat di organnya. Sampling air dan ikan dilakukan di Sungai Donan, Segara

Anakan, dan Selat Nusokambangan. Organoklorin disari dari sampel dan dilakukan

clean up, dianalisis dengan kromatografi gas menggunakan detektor ECD. Sebagaian

sampel air juga dianalisis sifat fisika dan kimianya untuk mengetahui habitat ikan

belanak. Hasil menunjukkan bahwa harga faktor bioakumulasi (BAF) dari beberapa

organoklorin berkisar antara 102 sampai 105.

Bahan pencemar senyawa organoklorin jenis DDT DDT (1,1,1- Tricloro-2,2-

bis(clhorophenil)etane) merupakan insektisida sintetis khususnya dibidang pertanian.

Sifatnya yang sangat berbahaya di lingkungan dan tahan lama di alam, maka senyawa

ini di larang penggunaaannya. Tetapi penggunaannya masih terbatas hanya sebagai obat

untuk nyamuk malaria diberbagai negara.

DDT dapat mencapai ekosistem pesisir laut melalai berbagai rute seperti

penggunaan secara langsung di permukaan air, kemudian secara tidak langsung melalui

proses deposisi udara dari proses penguapan atau penguapan yang sudah mengendap di

tanah, tanaman dan permukaan air, (Preston 1989). Disamping itu sifat - sifat fisika dan

kimia seperti daya larut yang rendah dalam air menyebabkan senyawa DDT mudah

terikat dalam sedimen dasar dan terakumulasi dalam jaringan organisme.

Transportasi materi merupakan faktor penting keberadaan DDT di lingkungan

laut dan hampir sebagian besar terdeposisi dan menghasilkan variabilitas konsentrasi

DDT dan derivativennya di sediment, (Ouyang et al 2003;Hartwell, 2008). berbagai

sirkulasi air seperti aliran sungai dan arus pasang surut dapat mempengaruhi sebaran

deposit yang dapat ditujukan oleh berbagai variasi komposisi ukuran sediment.

Hal ini di sebabkan oleh fraksi halus sedimen umumnya memiliki residen time

yang relatif lama di bandingkan dengan fraksi kasar seperti pasir. Dengan demikian

fraksi halus merupakan komponen yang sangat penting dalam deposit DDT di perairan

laut.

Teluk Jakarta merupakan teluk yang mengalir sebanyak 13 muara sungai dari

wilayah urban yang sangat padat dan banyak terdapat aktivitas pertanian pada wilayah

hulu. Dari hasil penelitian DDT, DDD, dan DDE telah teridentifikasi di berbagai

wilayah di teluk Jakarta (Razak, 1991). Hal ini memberikan sesuatu indikasi bahwa

residu DDT masih ada yang mungkin pernah dimanfaatkan. Keberadaan DDT sangat

umum di temukan di lingkungan perairan termasuk sedimen. Seperti keberadaan DDT

dan DDE di sedimen pesisir muara Citarum jelas mengidentifikasikan perubahan DDT

pada masa diagenesa awal. Secara keseluruhan informasi diatas memberikan indikasi

Page 15: Tgs mklh pbl residu pestisida

bahwa konsentrasi DDE lebih tinggi dari pada DDD yang berarti perubahan cenderung

dalam kondisi aerobik.

Dari golongan ini paling jelas pengaruh fisiologisnya seperti yang ditunjukkan

pada susunan syaraf pusat, senyawa ini berakumulasi pada jaringan lemak.

B. Pestisida Organofospat

Organofospat ditemukan pada tahun 1945. struktur kimia dan cara kerjanya

berhubungan erat dengan gas syaraf. organofosfat dapat menurunkan populasi serangga

dengan cepat, persistensinya di lingkungan sedang sehingga organofosfat secara

bertahap dapat menggantikan organoklorin.

Sampai saat ini organofosfat masih merupakan insektisida yang paling banyak

digunakan di seluruh dunia. Contoh : malathion, monokrotofos, paration, fosfamidon,

bromofos, diazinon, dimetoat, diklorfos, fenitrotion, fention, dan puluhan lainnya.

Golongan insektisida organofosfat digunakan sebagai pengganti DDT setelah

adanya pelarangan terhadap DDT di Indonesia. Golongan pestisida ini sangat potensial,

bersifat selektif dan efeknya cepat, tidak menimbulkan toleransi pada serangga apabila

diberikan dengan takaran, cara dan saat yang tepat, serta irreversible, artinya enzim

cholinestesarase yang terikat pestisida ini tidak dapat berfungsi normal kembali tanpa

dipisahkan ikatannya dari organofosfat. Oleh karena itu pestisida ini mempunyai sifat

lebih toksik terhadap manusia daripada pestisida golongan organokhlorin walaupun

golongan organofosfat dapat dinonaktifkan (deaktifasi) di lingkungan (Ahmadi, 1994).

Racun ini merupakan penghambat yang kuat dari enzim cholinesterase pada

syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada persimpangan-persimpangan syaraf (neural

jungstion) yang disebabkan oleh aktivitas cholinesterase dan menghalangi penyampaian

rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot. Organofosfat disintesis pertama kali di Jerman

pada awal perang dunia ke-II.

Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf sesuai dengan tujuannya sebagai

insektisida. Pada awal sintesisinya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate

Page 16: Tgs mklh pbl residu pestisida

(TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida tetapi juga

toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang tersebut dan ditemukan komponen

yang paten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia (misalnya :

malathion).

Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida

lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah

sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram untuk

dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi

pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah.

Organofosfat dapat terurai di lingkungan dalam waktu ± 2 minggu (Yusniati, 2008).

C. Pestisida Karbamat

Karbamat dikenalkan pada 1951 oleh geology chemical company di Switzerland

dan dipasarkan pada tahun 1965. insektisida tersebut cepat terurai dan hilang daya

racunnya dari jaringan sehingga tidak terakumulasi dalam jaringan lemak dan susu

seperti organoklorin. Umumnya digunakan dalam rumah untuk penyemprotan nyamuk,

kecoa, lalat, dan lain-lain. Contoh: karbaril, metiokarb, propoksur, aldikarb, metomil,

oksamil, oksi karboksin, metil karbamat, dimetil karbamat seperti bendiokarb,

karbofuran, dimetilon, dioksikarb, dan oksikarboksin.

Senyawa karbamat (carbamate atau urethanes) sesungguhnya sebuah senyawa

kimia organik sintetik yang memiliki struktur inti –NH-(CO)O-. Dengan kata lain

senyawa karbamat merupakan ester dari asam karbamat (NH2COOH). Molekul/gugus

aktif lain seperti alkil (R) dapat tersubstitusi pada atom hidrogen (H) dari gugus amida

(NH2) atau dari gugus asamnya (COOH). Di alam (nature) senyawa ini terbentuk ketika

gas karbondioksida (CO2) dari udara berikatan pada gugus amida (NH2) dari protein

darah (globin) pada proses kuring daging. Efek dari terbentunya senyawa karbamat ini

adalah membantu stabilisasi protein dari peristiwa oksidasi. Bagaimana senyawa

karbamat bisa bersifat racun (toksik)? Toksisitas Pestisida Karbaril.

Page 17: Tgs mklh pbl residu pestisida

Industri-industri pestisida memanfaatkan senyawa karbamat tersebut sebagai

senyawa aktif pada perstisida jenis karbaril, karena senyawa itu memiliki daya racun

(toksisitas) yang tinggi. Indikator sifat toksis itu tercermin dari nilai lethal dosage 50%

(LD50) oral sebesar 540 ppm (mg/kg berat badan). Bandingkan dengan sifat toksis

insektisida jenis lain (organoklorin), contoh DDT LD50 sebesar 113 ppm, aldrin dan

dieldrin 39 ppm dan 46 ppm.

Sedangkan golongan pestisida organopospor, contoh malathion dan parathion

berturut-turut 1.000 ppm dan 3,6 ppm. Sifat toksis dan tidak toksis itu baru terbentuk

dan tergantung pada molekul atau grup pembentuk esternya. Tidak semua senyawa

karbamat bersifat toksis, sebagaimana peristiwa kuring daging.

Metil karbamat (methyl carbamate atau methylurethane) adalah senyawa

karbamat paling sederhana dengan rumus kimia C2H5NO2, yang mana gugus metil

(CH3) mensubstitusi atom hidrogen (H) dari gugus asam (COOH). Diketahui senyawa

ini bersifat karsinogenik pada tikus. Senyawa lain adalah ethyl carbamat (urethane)

yang sering dipakai sebagai “veterinary medicine”. Pestisida (merk) lain dari golongan

karbamat antara lain, Aldicarb, Carbofuran, Furadan (nematisida), Carbaryl,

Fenoxycarb, Sevin dan Baygon (insektisida).

Mekanisme kerja peracunanya adalah dengan cara menginaktivasi enzim

acetylcholinesterase (AKHE). Enzim AKHE diperlukan dalam mekanisme transpor

elektron (inaktivasi acetylcholine), sehingga molekul ini berhenti dalam membuat

getaran listrik. Maka jika AKHE inaktif, molekul acetylcholine aktif mentranpor

electron pada sistem syarat involuntary.

Gejala yang dirasakan pada tubuh adalah muncul tremor (gemetar), konfulsi dan

berakhir pada kematian (Fardiaz, 1992). Mekanisme toksisitas serupa juga terjadi pada

pestisida jenis organopospor.

Melalui jalur manakah senyawa karbamat itu bisa meracuni manusia? Senyawa

karbamat yang berasal dari pestisida dan diaplikasikan pada sasaran ( tanaman, hama

dan penyakit) residunya dapat terakumulasi pada udara, tanaman, tanah dan air. Residu

pestisida tersebut jika menempel pada tanaman atau tanah, maka tanaman di lingkungan

itu bisa berlaku sebagai agen pembawa residu karbamat.

Manusia bisa teracuni, karena mengonsumsi langsung tanaman itu atau secara

tidak langsung melalui daging hewan herbivora yang makan tanaman tercemar itu.

Demikian juga manusia bisa teracuni melalui udara (menghirup udara tercemar) dan air

yang tercemar pestisida. Mikroplanton sebagai bagian dari ekositem akuatik juga ikut

Page 18: Tgs mklh pbl residu pestisida

tercemar. Akibat lanjut zooplankton dan ikan-ikan sebagai predatornya juga tercemar.

Melalui ikan ini, residu karbamat bisa masuk ke dalam tubuh manusia. Oleh sebab itu

ketika berbicara tentang pestisida, sangatlah penting mengetahui nilai LD50 dan waktu

paruh (t1/2) degradasinya.

Pestisida golongan organoklorin umumnya memiliki LD50 rendah (berdaya

racun kuat) dan waktu paruh degradasi (t1/2) yang lama (bertahun). Lain dengan

pestisida karbaril, nilai LD50 relatif besar dan waktu paruh degradasi cepat.

Rata-rata pestisida golongan karbaril memiliki t1/2 1 minggu. Dengan demikian, jika

kasus Kanigoro divonis penyebabnya pencemaran air oleh pestisida karbamat, hal ini

menimbulkan tanda tanya kembali.Oleh sebab itu menjadi tugas kita bersama, para

penyuluh pertanian (PPL) untuk tidak bosan-bosan memberikan penyuluhan tentang

manajemen pencegahan bahan kimia berbahaya di rumah tangga dan sektor pertanian

pada khususnya.

Pengaruh fisiologis yang primer dari racun golongan karbamat adalah menghambat

aktifitas enzym cholinesterase darah dengan gejala-gejala seperti senyawa organofospat

Dinamika Pestisida di Lingkungan

Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui

udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan

terlebih manusia. Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui beberapa proses

baik pada tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah. Masuk ke dalam

tanah berjalan melalui pola biotransformasi dan bioakumulasi oleh tanaman, proses

reabsorbsi oleh akar serta masuk langsung pestisida melalui infiltrasi aliran tanah.

Gejala ini akan mempengaruhi kandungan bahan pada sistem air tanah hingga proses

pencucian zat pada tahap penguraian baik secara biologis maupun kimiawi di dalam

tanah.

Proses pencucian bahan-bahan kimia tersebut akan mempengaruhi kualitas air

tanah baik setempat maupun secara region dengan berkelanjutan. Apabila proses

pemurnian unsur-unsur residu pestisida berjalan dengan baik dan tervalidasi hingga

aman pada wadah-wadah penampungan air tanah, misal sumber mata air, sumur resapan

dan sumur gali untuk kemudian dikonsumsi oleh penduduk, maka fenomena pestisida

ke dalam lingkungan bisa dikatakan aman. Namun demikian jika proses tersebut kurang

Page 19: Tgs mklh pbl residu pestisida

berhasil atau bahkan tidak berhasil secara alami, maka kondisi sebaliknya yang akan

terjadi.

Penurunan kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat

pencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam

lingkungan Aliran permukaan seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida

akan mengalami proses dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan

pencemar tersebut mampu terakumulasi hingga dekomposit Pestisida di udara terjadi

melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar matahari terhadap badan air dan

tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisda diudara disebabkan oleh driff yaitu proses

penyebaran pestisida ke udara melalui penyemprotan oleh petani yang terbawa angin.

Akumulasi pestisida yang terlalu berat di udara pada akhirnya akan menambah

parah pencemaran udara. Gangguan pestisda oleh residunya terhadap tanah biasanya

terlihat pada tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume

tanah. Unsur-unsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan

regenerasi hingga mengakibatkan tanah masam dan tidak produktif (Frank C. Lu, 1995)

Page 20: Tgs mklh pbl residu pestisida

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Bioakumulasi Pestisida Organoklorin Dalam Ikan Belanak (Mugil. sp) Di

Perairan Cilacap. http://ugm2.tripod.com/mfi84.htm. diakses 26 Maret 2011

19.00.

Ferdy NK. 2010. Pencemaran Senyawa Organoklorin Jenis PCBs dan DDT di Laut.

http://blogkesayangan.blogspot.com/2010/02/pencemaran-senyawa-

organoklorin-jenis.html. diakses 26 Maret 2011 19.02.

Anonim. Universitas Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16894/4/Chapter%20II.pdf.

Diakses 26 Maret 2011 20.00.

Mulyaman, Siswanto. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2010. “Rapid

Bioassay Pesticide Residue (RBPR) Sistem Deteksi Cepat Residu Pestisida

Pada Produk Hortikultura”.

http://smulyaman.blogspot.com/2010/06/rbpr.html. diakses 26 Maret 2011

20.00.

Anonim. Residu http://www.agrilands.net/read/full/agriwacana/2010/11/03/residu-

pestisida.html. diakses 26 Maret 2011 21.10

Malik, Daniel. 2011. Mentan RI Launching Ekspor Sayur Karo ke Singapura.

http://www.harian-global.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=56347:mentan-ri-launching-ekspor-

sayur-karo-ke-singapura&catid=27:bisnis&Itemid=59. Diakses 26 Maret

2011 21.16

Soekirno. 2007. Peran Pelaku Perlindungan Tanaman Dalam Pasar Internasional

Produk-Produk Hortikultura Indonesia. http://www.jakerpo.org/index.php?

option=com_content&view=article&id=117%3Aperan-pelaku-perlindungan-

tanaman-dalam-pasar-internasional-produk-produk-hortikultura-indonesia-

&catid=35%3Aproduk&Itemid=50&lang=in. Diakses 26 Maret 2011 22.17

Anonim. Penggunaan Pestisida yang Baik dan Benar dengan Residu Minumum.

http://www.sinartani.com/mimbarpenyuluh/penggunaan-pestisida-baik-dan-

benar-dengan-residu-minimum-1233546378.htm. diakses 26 Maret 2011

22.48.

Fransiska, R Zakaria. 1997. TOKSISITAS RESIDU PESTISIDA PADA MANUSIA.

Bul. Teknol dan Industri Pangan, Vol VIII No. 3, thn 1997.

Page 21: Tgs mklh pbl residu pestisida

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/83975257.pdf. diakses 26 Maret 2011

22.52

Anonim. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16894/5/Chapter%20I.pdf.

Diakses 26 Maret 2011 22.57

Amalis. 2010. Karbamat Dalam Pestisida.

http://unguamalis.blogspot.com/2010/12/karbamat-dalam-pestisida.html.

diakses 26 Maret 2011 23.19

Barchia, Faiz M. 2009. Pestisida dan Polusi Tanah.

http://faizbarchia.blogspot.com/2009/06/pestisida-dan-polusi-tanah.html.

diakses 26 Maret 2011 0.10